Senin, 21 November 2011

Fungsi Dunia Sastra

Oleh : Leon Trotsky, 1923


Perdebatan mengenai “seni murni” dan seni bertendens sering terjadi diantara kaum liberal dan kaum “populis”. Permasalahan tersebut bukanlah persoalan kita. Dialektika materialis berdiri di atas ini; dari cara pandang proses historis yang obyektif, seni selalu merupakan pelayan sosial dan berdasarkan sejarah selalu bersifat utilitarian. Seni memberikan alunan kata yang dibutuhkan bagi suasana hati yang samar dan kelam, mendekatkan atau mengkontraskan pikiran dan perasaan, memperkaya pengalaman spiritual individu dan masyarakat, memurnikan perasaan, menjadikannya lebih fleksibel, lebih responsif, memperbesar volume pemikiran sebelumnya dan bukan melalui metode personal yang berdasar pada pengalaman yang terakumulasi, mendidik individu, kelompok sosial, kelas dan bangsa. Dan apa yang disumbangkannya tersebut tidak dipengaruhi oleh permasalahan apakah seni tersebut muncul di bawah bendera seni yang “murni” ataupun yang jelas-jelas bertendensi pada kasus tertentu.
Dalam perkembangan sosial masyarakat kita (Rusia), keberpihakan merupakan panji-panji kaum intelektual yang berusaha untuk membangun hubungan dengan rakyat. Kaum intelektual yang tak mempunyai kekuatan tersebut, dihancurkan oleh kekaisaran dan kehilangan lingkungan budaya, berusaha mencari dukungan pada strata bawah dalam masyarakat dan membuktikan kepada “rakyat” bahwa mereka berfikir, hidup, dan mencintai rakyat "secara luar biasa." Dan seperti halnya kaum populis yang siap turun ke masyarakat tanpa kain linen yang bersih, sisir dan sikat gigi, kaum intelektual siap mengorbankan “kerumitan” bentuk dalam ekspresi seni mereka, demi memberikan ekspresi yang paling spontan dan langsung untuk penderitaan dan harapan-harapan kaum tertindas. Pada pihak lain, seni "murni" merupakan panji-panji kaum borjuis yang sedang tumbuh, yang tidak bisa mendeklarasikan karakter borjuisnya secara terbuka, dan pada waktu yang sama berusaha mempertahankan kaum intelektual dalam kelompoknya.
Cara pandang Marxist telah dijauhkan dari tendensi-tendensi tersebut, yang memang dulunya dibutuhkan secara historis, tetapi sesudahnya menjadi sesuatu yang ketinggalan jaman. Dengan tetap mempertahankan investigasi ilmiahnya, Marxisme secara seimbang mencari akar sosial dari seni yang murni maupun seni yang berpihak. Marxisme sama sekali tidak "membebani" seorang penyair dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pemikiran dan perasaan yang dia ekpresikan, tetapi memberikan pertanyaan yang jauh lebih signifikan, yaitu, pada perasaan-perasaan yang seperti apa sebuah karya artistik berhubungan satu sama lain dalam keanehan-keanehannya? Kondisi-kondisi sosial apa yang melingkupi pemikiran dan perasaan itu? Tempat apa yang mereka jajah dalam perkembangan historis masyarakat dan kelas? Dan lebih jauh lagi, warisan sastra apa yang bermain dalam elaborasi bentuk seni yang lebih baru? Di bawah pengaruh impuls historis apa kompleksitas perasaan dan pemikiran terpecah dalam kulit yang memisahkan mereka dari wilayah kesadaran puitik? Investigasi tersebut dapat menjadi rumit, mendetil atau terindividualisasi, tetapi ide mendasarnya terletak pada peran tambahan yang dijalankan seni dalam proses sosial.
Setiap kelas memiliki kebijakannya sendiri terhadap seni, yaitu berupa sebuah sistem yang menampilkan tuntutan-tuntutan atas seni, yang berubah sesuai dengan waktu; seperti contohnya, perlindungan ala Maecenas terhadap istana dan grand seigneur, hubungan otomatis antara permintaan dan penawaran yang dipasokkan oleh metode-metode kompleks yang mempengaruhi individu-individu, dan seterusnya, dan sebagainya. Ketergantungan sosial dan bahkan personal dari seni tidaklah ditutup-tutupi, tapi secara terbuka diumumkan selama seni tersebut mempertahankan sifat jujurnya. Karakter misterius, luas, dan populer dari borjuis yang bangkit telah menggiring, secara menyeluruh, pada teori seni murni, meskipun begitu banyak penyelewengan terjadi dalam teori ini. Seperti yang telah diindikasikan di atas, sastra bertendens kaum intelektual "populist" diimbuhi dengan sebuah kepentingan kelas; kaum intelektual tidak mampu memperkuat dirinya sendiri dan merebut hak untuk memainkan peranan dalam sejarah bagi dirinya tanpa dukungan dari rakyat. Tapi dalam perjuangan revolusioner, egotisme kelas kaum intelektual terpadamkan, dan pada sayap kirinya, mereka mengasumsikan bentuk pengorbanan diri dalam tataran tertinggi. Itulah kenapa kaum intelektual tidak hanya menutupi seni dengan sebuah tendensi, tapi memproklamirkannya, yaitu mengorbankan seni, seperti halnya mereka mengorbankan banyak hal lainnya.
Konsepsi Marxist tentang ketergantungan sosial obyektif serta kegunaan sosial dari seni, saat diterjemahkan dalam bahasa ilmu politik, bukannya dimaksudkan untuk mendominasi seni dengan perintah atau pesanan. Tidak benar jika dikatakan bahwa kita hanya menghargai seni yang baru dan revolusioner, yang menyuarakan suara para pekerja, dan omong kosong jika kita dikatakan menuntut para penyair menggambarkan cerobong pabrik, atau pemberontakan melawan kapital! Tentu saja seni yang baru, tidak bisa tidak, menempatkan perjuangan proletariat pada perhatiannya yang utama. Tapi penjajakan seni baru tidaklah terbatas pada beberapa bidang saja. Sebaliknya, ini harus menjajaki semua seluruh lapangan dalam keseluruhan arah. Syair-syair pribadi dalam lingkupnya yang terkecil memiliki hak mutlak untuk tetap eksis dalam seni baru. Tetapi, manusia baru tak akan bisa dibentuk tanpa adanya sebuah puisi liris baru. Tetapi untuk menciptakannya, sang penyair harus memandang dunia dengan cara yang baru. Jika Kristus atau Sabaoth saja lunglai dalam rengkuhan para penyair (seperti dalam kasus Akhmatova, Tsvetaeva, Shkapskaya dan yang lain), ini membuktikan betapa ketinggalannya lirik mereka dan betapa tidak mencukupinya mereka bagi manusia baru. Bahkan saat dimana terminologi seperti itu tidak lebih dari sekedar kata dalam menghadapi zaman, hal tersebut menunjukkan sebuah kemacetan psikologis, dan oleh karenaya berdiri dalam kontradiksi dengan kesadaran manusia baru.
Tak seorangpun ingin atau bermaksud memaksakan tema-tema pada para penyair. Silahkan menulis tentang segala sesuatu yang anda pikirkan. Tapi biarkanlah kelas baru ini, kelas yang merasa terpanggil untuk membangun sebuah dunia baru, bersuara kepada anda dalam beberapa permasalahan-permasalahan tertentu. Kelas ini tidak memaksa penyair-penyair muda anda menerjemahkan filsafat hidup abad tujuh belas dalam bahasa yang sempurna. Karya seni, dalam lingkup tertentu dan tingkatan yang luas, bersifat merdeka, tetapi seniman yang menciptakan karya ini dan juga pemirsa yang menikmatinya bukanlah mesin-mesin mati; yang pertama menciptakan karya dan yang kedua mengapresiasi karya tersebut. Mereka adalah makhluk hidup, meskipun kadang tidak seluruhnya harmonis, dengan kondisi psikologi terkristalisasi yang mewakili sebuah kesatuan tertentu. Psikologi seperti ini merupakan akibat dari kondisi-kondisi sosial. Penciptaan dan persepsi seni adalah satu dari sekian fungsi psikologi tersebut. Dan tak peduli sepandai apapun kaum formalis mencoba menampilkan dirinya, konsepsi keseluruhan mereka secara sederhana didasarkan pada fakta bahwa mereka mengabaikan kesatuan psikologis dari manusia sosial, yang menciptakan dan menikmati apa yang telah diciptakan itu.
Dalam seni, kelas proletar harus memiliki ekspresi yang berasal dari cara pandang spiritual baru yang mulai diformulasikan dalam diri mereka, dan kemana seni harus membantunya untuk menciptakan bentuk. Ini bukanlah tuntutan negara, tetapi tuntutan sejarah. Kekuatannya terletak pada obyektifitas dari kebutuhan sejarah. Anda tak bisa melewatinya begitu saja, atau lari dari kekuatannya. . . .
Victor Shklovsky, yang secara enteng meloncat dari formalisme verbal ke penilaian subyektif, menunjukkan sikap yang sangat memusuhi teori materialisme historis seni. Dalam sebuah booklet yang dia publikasikan di Berlin, dengan judul The March of the Horse, dia memformulasikan sebuah nilai fundamental, dalam tingkatan tertentu juga tak terbantahkan, argumen panjang Shklovsky-five (bukannya empat atau enam, tapi lima) melawan konsepsi materialis seni dalam tiga halaman kecil. Mari kita bersama-sama mempelajari argumen ini, karena toh untuk mengetahui guyonan seperti apa yang disebarkannya sebagai perlawanan terakhir dari pemikiran ilmiah (dengan ragam referensi ilmiah terbesar yang termuat dalam tiga halaman microscopik yang sama) tak akan membuat kita cedera.
"Jika lingkungan dan relasi produksi,' kata Shklovsky, 'telah mempengaruhi seni, lalu tidakkah tema-tema seni akan terikat pada tempat-tempat yang terhubung dalam relasi-relasi itu saja? Padahal tema tak terbatas wilayah.' Well, bagaimana dengan kupu-kupu? Menurut Darwin, mereka juga terhubung dengan relasi-relasi khusus, tapi mereka toh terbang dari satu tempat ke tempat lain, seperti halnya sastra.
Bukanlah pekerjaan yang mudah untuk memahami kenapa Marxisme selalu dicurigai mengutuk atau memperbudak tema-tema. Fakta bahwa orang yang berbeda dan orang yang sama dalam kelas yang berbeda mempergunakan tema yang sama secara sederhana menunjukkan betapa terbatasnya imaginasi manusia, dan betapa manusia mencoba untuk mempertahankan energi ekonomi dalam setiap jenis kreasi, bahkan dalam artsitik. Setiap kelas mencoba untuk memanfaatkan, hingga tingkatan yang tertinggi, warisan material dan spiritual dari kelas lainnya.
Argumen Shklovsky dapat ditransfer secara sederhana ke dalam bidang tekhnik produktif. Mulai zaman kuno, wagon selalu didasarkan pada satu tema yang sama, yang disebut, as roda, roda, dan lampu. Tetapi, kereta patrisian Roma diadaptasi sesuai selera dan kebutuhannya, seperti halnya kereta Count Orloy, disesuaikan dengan kelembutan yang sesuai dengan selera Catherine the Great. Wagon petani Rusia diadaptasi sesuai dengan kebutuhan rumah tangganya, pada kekuatan kudanya yang kecil, dan pada karakter jalan-jalan pedesaan. Otomobil, yang tak bisa dibantah merupakan produk dari tekhnik baru, menunjukkan tema yang sama, yang disebut empat roda dan dua as roda. Tapi saat kuda para petani mundur ketakutan terkena sinar lampu yang menyilaukan dari otomobil di jalanan Rusia pada malam hari, sebuah konflik dari dua budaya terefleksi dalam sebuah episode.
"Jika lingkungan mengekspresikan dirinya sendiri dalam novel," makan muncullah argumen yang kedua, " ilmu pengetahuan Eropa tidak akan bersusah payah memikirkan dari mana cerita Seribu Satu Malam diciptakan, entah dari Mesir, India, atau Persia." Untuk menyebutkan bahwa lingkungan seseorang, termasuk seorang seniman, yaitu kondisi dari pendidikan dan kehidupannya, menemukan ekspresi dalam seninya bukanlah berarti menyatakan bahwa ekspresi seperti itu memiliki memiliki karakter geografis, etnografis, dan karakter statistikal yang sama persis. Tidaklah mengejutkan bahwa adalah sulit untuk memutuskan apakah sebuah novel ditulis di Mesir, India atau Persia, karena kondisi sosial dari negara-negara tersebut memiliki banyak kesamaan. Tapi fakta utama bahwa ilmu pengetahuan Eropa “memecahkan kepalanya” mencoba untuk menjawab pertanyaan ini dari novel tersebut menunjukkan bahwa novel itu merefleksikan sebuah lingkungan, meskipun tak sama persis. Tak seorang pun bisa melompat diluar dirinya. Bahkan omelan dari seorang yang sakit jiwa berisi sesuatu yang orang itu terima dari dunia luar sebelum dia sakit. Tapi adalah gila untuk menganggap omelannya sebagai refleksi akurat dari dunia di luar dirinya. Hanya seorang psikiatris yang berpengalaman dan penuh perhitungan, yang mengetahui masa lalu dari sang pasien, yang akan mampu menemukan mana bagian realita yang terefleksi atau terdistorsi dalam isi omelannya
Kreasi artistik tentu saja bukanlah omelan meskipun ini juga merupakan pembelokan, sebuah perubahan dan transformasi realita, sesuai dengan hukum-hukum kekhususan seni. Sejauh apapun seni fantasi melangkah, dia tak bisa menolak material lain kecuali apa yang diberikan dunia tiga dimensi dan masyarakat berkelas padanya. Bahkan saat sorang artis menciptakan sorga dan neraka, dia hanya mentransformasikan pengalaman dari hidupnya dalam phantasmagoria.
"Jika ciri-ciri kelas dan kelas sendiri terakumulasi dalam seni," Shklovsky melanjutkan, "lalu bagaimana bisa dongeng-dongeng orang Rusia yang beragam mengenai bangsawannya sama dengan dongeng tentang pendeta mereka?"
Dalam esensinya, ini hanyalah bentuk lain dari argumen yang pertama. Kenapa dongeng tentang bangsawan dan pendeta tidak boleh sama, dan apakah itu bertentangan dengan Marxisme? Proklamasi yang ditulis secara jelas oleh kaum Marxist seringkali membicarakan mengenai tuan tanah, kapitalis, pendeta, jendral dan penghisap lainnya. Tuan tanah tak bisa dibantah berbeda dengan kapitalis, tapi terdapat kasus dimana mereka dianggap serupa. Kenapa, karenanya, kesenian rakyat dalam kasus-kasus tertentu tidak boleh memperlakukan bangsawan dan pendeta sebagai wakil dari kelas yang berdiri di atas rakyat dan yang merampok mereka? Dalam kartun Moor dan Deni, pendeta bahkan sering berdiri berdampingan dengan tuan tanah, tanpa merusak analisa Marxisme.
"Jika ciri-ciri etnografis tercermin dalam seni," lanjut Shklovsky, " folklore tentang orang di luar batas folknya tak akan bisa terserap dan tak akan bisa dituturkan oleh folk yang lain."
Seperti yang anda lihat, argumen tersebut sama sekali tak bisa dijadikan sebagai serangan pada Marxisme. Marxisme tidak pernah menyatakan bahwa ciri-ciri etnografi mempunyai sifat independen. Sebaliknya, Marxisme menekankan adanya signifikansi ketergantungan formasi folklore pada kondisi-kondisi ekonomis dan alamiah. Kesamaan kondisi dalam perkembangan masyarakat beternak dan bertani, dan kesamaan dalam karakter hubungan pengaruh-mempengaruhi yang menguntungkan antara satu sama lain, tidak bisa tidak akan akan menggiring pada penciptaan folklore yang serupa. Dan dari cara pandang pertanyaan yang menjadi perhatian kita saat ini, kita dapat mengetahui bahwa pertanyaan ini tidak membedakan apakah tema homogen ini muncul secara independen diantara komunitas yang berbeda, sebagai refleksi pengalaman hidup yang homogen dalam ciri mendasarnya dan yang terefleksi melalui prisma homogen imajinasi para petani, atau apakah benih dari dongeng ini diseret angin yang ramah dari satu tempat ke tempat yang lain, mengakar dimanapun juga tanah mau menerimanya. Sangatlah mungkin, dalam realitanya, bahwa metode-metode tersebut terkombinasikan.
Dan akhirnya, dalam argumen kelimanya yang terpisah - "Rasio yang telah diajukan (Marxisme) salah”- Shklovsky merujuk pada tema seputar penculikan yang diangkat dalam komedi-komedi Yunani sampai dengan drama Ostrovsky. Dengan kata lain, pengkritik kita ini mengulangi, dalam bentuk khusus, argumennya yang terawal (seperti yang kita lihat, bahkan dalam menggunakan logika formal, formalis kita ini tak bagus juga). Benar, tema-tema memang bermigrasi dari rakyat ke rakyat yang lain, dari kelas ke kelas yang lain, dan bahkan dari penulis ke penulis yang lain. Ini menunjukkan bahwa imajinasi manusia bersifat ekonomis. Sebuah kelas tidak betul-betul menciptakan budayanya dari nol, tapi merebut kepemilikan kelas sebelumnya atas budaya sebelumnya, memecahnya, menyentuhnya, menggarapnya, dan membangunnya lebih jauh. Jika tak terjadi pemanfaatan tangan kedua seperti demikian, proses historis tak akan pernah mengalami perkembangan sama sekali. Tidak hanya tema drama Ostrovsky itu saja yang didapat melalui Mesir dan melalui Yunani, tetapi kertas dimana Ostrovsky mengembangkan temanya juga merupakan sebagai sebuah pengembangan dari papyrus Mesir dan perkamen Yunani. Mari kita mengambil analogi yang lain yang lebih dekat: fakta bahwa metode kritis dari para Sophis Yunani, yang merupakan kaum formalis di zamannya, telah berpenetrasi dalam kesadaran teoritis Shklovsky, tidak merubah sama sekali fakta bahwa Shklovsky sendiri merupakan sebuah produk yang apik dari sebuah lingkungan sosial tertentu dan zaman tertentu.
Usaha menghancurkan Marxisme yang dilakukan Shklovsky dalam lima poinnya sangat mengingatkan kita pada artikel-artikel yang diterbitkan melawan Darwinisme dalam sebuah majalah The Orthodox Review pada masa lalu yang indah. Jika doktrin bahwa manusia berasal dari kera adalah benar, tulis Uskup berpendidikan Nikanor dari Odessa tiga puluh atau empat puluh tahun yang lalu, maka kakek kita akan memiliki tanda-tanda semacam ekor, atau setidaknya akan pernah melihat ciri seperti itu pada kakek atau nenek mereka. Kedua, seperti semua orang ketahui, monyet hanya bisa melahirkan monyet. . . . Kelima, Darwinisme salah, karena dia menyangkal formalisme-maaf, maksud saya, keputusan formal konferensi gereja seluruh dunia. Keuntungan dari rahib berpendidikan ini terletak pada fakta bahwa dia merupakan passéist terang-terangan dan mengambil pedomannya dari Rasul Paulus dan bukan dari Fisika, Kimia atau Matematika, seperti sang futuris Shklovsky lakukan.
Tak perlu dipertanyakan lagi kebenaran bahwa kebutuhan akan seni bukanlah diciptakan oleh kondisi-kondisi ekonomi. Kebutuhan akan pangan juga tak diciptakan oleh ilmu ekonomi. Sebaliknya, kebutuhan pangan dan kehangatan menciptakan ilmu ekonomi. Adalah benar bahwa seseorang tak bisa selalu menengok prinsip-prinsip Marxisme dalam memutuskan apakah akan menolak atau menerima sebuah karya seni. Sebuah karya seni harus, pertama kali, dinilai berdasarkan hukumnya sendiri, yaitu dengan hukum-hukum seni. Tapi Marxisme sendiri dapat menjelaskan kenapa dan bagaimana tendensi tertentu dalam seni bermula dalam periode tertentu sejarah; dengan kata lain, siapakah yang menciptakan tuntutan terhadap sebuah bentuk artistik dan bukan yang lain, dan kenapa.
Akan kekanak-kanakan untuk berfikir bahwa setiap kelas mampu secara menyeluruh dan penuh menciptakan seninya sendiri dari dalam dirinya sendiri, dan, secara khusus, bahwa kaum proletariat mampu untuk menciptakan sebuah seni baru melalui gilda-gilda seni dan lingkaran-lingkaran tertutup, atau dengan Organisasi Budaya Proletar, dan sebagainya. Berbicara secara umum, karya artistik manusia selalu berkelanjutan. Setiap kelas yang baru tumbuh melekatkan dirinya pada bahu kelas sebelumnya. Tapi kontinuitas ini bersifat dialektis, yaitu dia menemukan dirinya sendiri melalui tabrakan-tabrakan dan perpecahan internal. Kebutuhan atau tuntutan artistik baru bagi cara pandang artistik dan susastra baru distimulasikan oleh ekonomi, melalui perkembangan sebuah sebuah kelas baru, dan desakan kecil yang dipasok oleh perubahan posisi kelas itu, dibawah pengaruh dari pertumbuhan kekayaan serta kekuasaan budaya kelas tersebut.
Penciptaan artistik merupakan penggalian segala isi bentuk-bentuk lama yang rumit, di bawah pengaruh desakan baru yang berasal dari luar seni. Dalam pengertian yang besar, seni adalah buah tangan. Seni bukannya sebuah elemen terpisah yang mampu merawat dirinya sendiri, tapi seni adalah sebuah fungsi manusia sosial yang terikat pada hidup dan lingkungannya. Dan betapa berkarakternya–jika seseorang ingin mereduksi setiap ketakhayulan sosial ke dalam absurditasnya- seorang Shklovsky ketika dia sampai pada ide mengenai independensi mutlak seni dari lingkungan sosial dalam sebuah periode sejarah Rusia dimana seni mengungkapkan spiritualitasnya, lingkungannya dan ketergantungan materialnya pada kelas-kelas sosial, sub-kelas and kelompok-kelompok secara gamblang!
Materialisme tidak menyangkal signifikansi dari elemen-elemen bentuk, baik dalam logika, yurisprudensi atau seni. Seperti halnya sebuah sistem yurisprudensi dapat dan harus dinilai dengan logika dan konsistensi internal, maka seni juga dapat dan harus dinilai dari sudut pandang pencapaiannya dalam bentuk, karena tak akan pernah ada seni tanpanya. Namun, teori yuridis yang dicoba untuk mengembangkan independensi hukum dari kondisi sosial akan cacat pada dasar terdalamnya. Kekuatan gerak hukum terletak pada bidang ekonomi-dalam kontradiksi-kontradiksi sosial. Hukum hanya memberikan ekspresi yang terharmonisasi secara internal dan ekspresi formal dari fenomena-fenomena ini, bukan tentang kekhususan-kekhususan individual, tapi tentang karakter umumnya, yaitu elemen-elemen yang terulang dan permanen didalamnya. Kita dapat melihat sekarang dengan secercah kejelasan dalam sejarah bagaimana hukum yang baru terbentuk. Ini tidak dilakukan dengan deduksi logis, tapi melalui penilaian empirik dan penyesuaian pada kebutuhan-kebutuhan ekonomis dari kelas penguasa baru.
Sastra, yang metode dan prosesnya memiliki akar jauh di masa lalu dan mewakili pengalaman akumulatif dari kepengrajinan verbal, mengekspresikan pemikiran, perasaan, suasana hati, sudut pandang dan harapan dalam era baru dan kelas barunya. Kita tak bisa melompati tahap ini. Dan tak ada gunanya untuk melompatinya, setidaknya, bagi mereka yang tidak mengabdi pada masa lalu atau kelas yang telah hidup lebih lama dari kekuasaannya.
Metode analisis formal memang dibutuhkan, tapi tidak mencukupi. Anda bisa menghitung jumalah aliterasi dalam mazmur-mazmur populer, mengklasifikasikan metafora, menghitung jumlah huruf vokal dan konsonan dalam sebuah lagu pernikahan. Ini tentu saja memperkaya pengetahuan kita akan seni rakyat, dalam satu atau beberapa segi lainnya; tapi jika anda tidak paham akan sistem bercocok tanam para petani, dan kehidupan yang didasarkan pada sistem ini, jika anda tidak tahu bagian permainan-permainan celurit, dan jika anda tidak menguasai makna dari kalender gereja bagi para petani, periode waktu dimana para petani menikah, atau dimana para petani perempuan melahirkan, anda hanya akan memahami lapisan luar kesenian folk, tapi bagian terpentingnya tidak akan pernah teraih.
Pola arsitektural dari katedral Cologne bisa dibentuk dengan cara menghitung dasar dan tinggi dari tapaknya, dengan menentukan tiga dimensi pada bagian tengahnya, dimensi-dimensi dan penempatan kolom-kolomnya, dan seterusnya. Tapi tanpa tahu seperti apa kota di abad pertangahan, apakah gilda itu, dan apakah makna dari gereja Katolik dalam abad pertengahan, katedral Cologne tak akan pernah bisa dipahami. Usaha untuk memisahkan seni dengan kehidupan, untuk mendeklarasikan kemandirian kerajinan dalam dirinya, mendevitalisasi dan membunuh seni. Kebutuhan akan tindakan seperti itu merupakan sebentuk peringatan yang tak mungkin meleset tentang adanya kemunduran intelektual.
Analogi antara argumen-argumen teologis dan Darwinisme yang disebutkan di atas mungkin terkesan tak berhubungan dan anekdotal bagi pembaca. Mungkin benar, untuk beberapa segi. Tapi sebuah hubungan yang lebih dalam memang ada. Teori formalis tak pelak akan membangkitkan kenagan kaum Marxist yang telah membaca semua lagu-lagu akrab berisikan melodi filosofis yang sangat kuno. Para ahli hukum dan dan kaum moralis (untuk mengingat kembali secara acak Stammler si orang Jerman, dan kaum subyektivis kita Mikhailovsky) mencoba untuk membuktikan bahwa moralitas dan hukum tak bisa ditentukan oleh kondisi ekonomi, karena kehidupan ekonomi tak mungkin berada diluar norma etis dan yuridis. Nyatanya, kaum formalis hukum dan moral tak pernah melangkah sampai titik dimana mereka mampu memperlihatkan independensi total hukum dan etika dari ekonomi. Mereka mengakui hubungan tertentu yang mutual dan komplek. Mereka mengakui keberadaan 'faktor,’ dan faktor-faktor ini, meski mempengaruhi satu sama lain, mempertahankan kwalitas substansi-substansi independen, datang tanpa seorangpun tahu darimana asalnya. Penegasan atas independensi total dari faktor estetik dari pengaruh kondisi-kondisi sosial, seperti yang dirumuskan oleh Shklovsky, merupakan sebuah contoh dari hiperbola spesifik yang akarnya terletak pada kondisi-kondisi sosial juga; ini adalah megalomania estetika yang menyalakan realita kehidupan yang berat pada kepalanya. Lepas dari ciri khusus ini, konstruksi kaum formalis menunjukkan metodologi yang salah, sama dengan apa yang setiap jenis idealisme lain punyai.
Bagi seorang materialis, agama, hukum, moral dan seni merepresentasikan aspek-aspek terpisah dari satu kesatuan dan proses pembangunan sosial yang sama. Meski mereka membedakan dirinya dari dasar industrialnya, bertumbuh semakin komplek, memperkuat dan mengembangkan sifat-sifat istimewanya dalam detil-detil, politik, agama, hukum, etika dan estetika tetap mempertahankan fungsi manusia sosial dan mengikuti hukum-hukum organisasi sosialnya. Kaum idealis, pada lain pihak, tidak melihat sebuah kesatuan proses perkembangan historis yang mengembangkan organ-organ dan fungsi yang perlu dari dalam dirinya sendiri, tapi lebih sebagai sebuah penginteraksian, pengkombinasian, dan persinggungan prinsip-prinsip independen tertentu- substansi-substansi agamis, politis, yuridis, estetik dan etis, yang mempunyai sebab dan penjelasan dalam diri mereka sendiri.
Idealisme (dialektis) Hegel merancang substansi-substansi semacam ini (yang merupakan kategori-kategori abadi) dalam beberapa urutan dengan cara mereduksi mereka menjadi sebuah kesatuan genetik. Lepas dari fakta bahwa kesatuan ini bagi Hegel adalah roh absolut, yang membagi dirinya sendiri dalam sebuah proses manifestasi dialektisnya menjadi beragam "faktor," sistem Hegel, karena sifat dialektisnya, bukan karena idealismenya, memberikan sebentuk gambaran realita historis seperti dalam ilustrasi sebuah tangan manusia yang dilepaskan dari sarung tangannya.
Tapi kaum formalis (dan wakil terjeniusnya, Immanuel Kant) dalam hari dan jam penyingkapan filosofisnya, tidak mencermati seluruh dinamika perkembangan, melainkan hanya pada satu bagian persinggungannya saja. Mereka mengungkapkan kompleksitas dan keberagaman obyek yang terdapat dalam dalam garis pertemuan itu (bukannya proses, karena mereka tidak memikirkan tentang proses-proses). Kompleksitas ini mereka analisa dan kelompokkan. Mereka memberi nama pada elemen-elemen, yang serta merta ditransformasikan dalam esensi-esensi, dalam sub-absolut, tanpa ayah dan ibu; dalam gurauan, agama, politik, moral, hukum, seni. Di sini kita tak lagi mendapati sarung tangan sejarah yang terobek saja, tapi juga kulit jari yang terkoyak, dijemur dalam suhu abstraksi penuh, dan tangan sejarah ini menjadi produk dari “interaksi” ibu jari, jari telunjuk , jari tengah, dan semua "faktor-faktor" lainnya. Jari kelingking merupakan "faktor" estetik, bagian yang terkecil, tapi bukannya yang terakhir dicintai.
Dalam biologi, vitalisme adalah variasi-variasi pemujaan mutlak yang sejenis dalam menunjukkan aspek-aspek berbeda dari proses dunia, tanpa pemahaman atas relasi internal. Seorang pencipta adalah semua yang tak memiliki estetika atau moralitas absolut dan supersosial, atau “kekuatan vital” absolut superfisikal. Keberagaman faktor-faktor independen, "faktor-faktor" yang tak berawal dan berakhir, tidak lain adalah sebuah politeisme bertopeng. Seperti halnya idealisme Kantian secara historis mewakili sebuah terjemahan Kekristenan dalam bahasa filsafat rasionalistik, semua jenis formalisasi idealistik, baik yang terbuka maupun rahasia, menggiring kita pada figur tuhan, sebab dari segala sebab. Dalam perbandingan dengan oligarki sekumpulan sub-absolut filsafat idealis, seorang individu pencipta tunggal hanyalah satu elemen dalam deretan yang ada. Di sinilah terletak hubungan yang lebih dalam antara penolakan kaum formalis terhadap Marxisme dan penolakan teologis terhadap Darwinisme.
Mazhab formalis adalah idealisme gagal yang diterapkan pada pertanyaan seni. Kaum formalis menunjukkan sebuah relijiusitas yang matang. Mereka adalah pengikut Santo Yohanes. Mereka percaya bahwa "pada mulanya adalah Firman." Namun kita percaya bahwa pada mulanya adalah perbuatan. Sang kata mengikuti, sebagai bayang-bayang fonetiknya***


"The Social Roots and the Social Function of Literature"

Senin, 24 Oktober 2011

p2k

By : Husnawati


BAB I
PENDAHULUAN

A. Profil proses Pembelajaran di Kelas
Proses belajar mengajar di sekolah merupakan serangkain kegiatan yang secara sadar telah terencana. Dengan adanya perencanaan yang baik akan mendukung keberhasilan pengajaran, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui proses pembelajaran di sekolah yang dilaksanakan pada semua mata pelajaran, salah satunya adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial karena mata pelajaran ini mengajarkan siswa berinteraksi dengan orang lain dan lingkungannya.
Alasan utama yang diberikannya Ilmu Pengetahuan Sosial ialah adanya kepercayaan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari dan dapat membantu pencapaian tingkat kehidupan yang lebih baik. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang mudah akan tetapi bisa menjadi sulit bagi siswa Artinya dalam mempelajari Ilmu Pengetahuan Sosial diperlukan motivasi, baik itu motivasi internal maupun eksternal karena mata pelajaran ini terkadang membosankan bagi siswa. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan telaah tentang manusia dan dunianya. Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup dengan sesamanya. dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial menggambarkan bagaimana manusia memahami keseragaman budaya, suku dan adat istiadat, sumber daya alam Selain itu juga mengajarkan mengenal sejarah yang terjadi dimasa lampau dan tokoh-tokohnya dan lain-lain. Oleh karena itu, agar siswa dapat mengetahui dan termotivasi untuk mempelajari mata pelajaran diperlukan kreativitas seorang guru untuk memilih dan menerapkan metode/model pembelajaran dalam proses pembelajaran agar mencapai tujuan yang diharapkan.
Berdasakan hasil observasi peneliti di kelas IVb SD Inpres Biringkaloro kabupaten Gowa, dalam proses pembelajaran di kelas masih terlihat menggunakan metode-metode pembelajaran lama , Guru sangat berperan aktif dalam mengajar , sedangkan siswanya hanya menerima apa yang dikatakan oleh guru (pasif). Pada hal dalam tuntutan kurikulum , siswa seharusnya yang berperan aktif dalam pembelajaran . Guru hanya menjadi fasilitator atau pengarah dalam pembelajaran tersebut . Selain itu, karena siswa tidak dberikan kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya .Siswa kurang berkomunikasi dengan guru , serta masalah yang paling mendasar adalah kurangnya motivasi siswa untuk belajar .Akibatnya siswa mengalami kesulitan dalam memahami masalah-masalah dalam Ilmu Pengetahuan Sosial . Hal tersebut berakibat pula pada rendahnya hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa.

B. Profil Hasil Belajar
Ilmu Pengetahuan Sosial adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang merupakan pembelajaran yang memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada siswa, tetapi sampai saat ini Indonesia masih banyak permasalahan yang serius yaitu kualitas pendidikan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa prestasi Ilmu Pengetahuan Sosial siswa masih rendah di bandingkan dengan negara-negara lain. Berdasarkan hasil observasi awal penelitian , pada siswa kelas IVb SD Inpres Biringkaloro kabupaten Gowa menunjukan bahwa rata-rata skor Ilmu Pengetahuan Sosial siswa masih dikategorikan sedang. Berdasarkan teknik kategori , standar yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ( 1993 : 6) terdapat 5 kategori.
1. Nilai 0-34 di kategorikan sangat rendah .
2. Nilai 35-54 di kategorikan rendah.
3. Nilai 55-64 di kategorikan sedang .
4. nilai 65-84 di kategorikan tinggi.
5. Nilai 85-100 di kategorikan sangat tinggi.
Sedangkan menurut hasil observasi penilaian rata-rata skor Ilmu Pengetahuan Sosial siswa di SD Inpres Biringkaloro tersebut masih tergolong dalam kategori sedang yaitu 62 berada pada silang 55-64.
Melihat kenyataan ini , perlu dilakukan suatu tindakan untuk meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa. Oleh karena itu peneliti merasa perlu untuk meningkatkan motivasi siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick.


C. Rumusan Masalah berdasarkan profil proses pembelajaran dan hasil belajar
Berdasarkan profil proses pembelajaran dan profil hasil belajar yang telah dikemukakan diatas maka dibuat suatu masalah sebagai berikut ;” bagaimana menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD inpres Biringkaloro kabupaten Gowa?

D. Bentuk tindakan untuk memecahkan masalah sesuai dengan masalah
Masalah rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial kelas IVb SD Inpres Biringkaloro kab. Gowa dapat diatasi melalui model pembelajaran kooperatif tipe talking stick.

E. Argumentasi Logis Pilihan Tindakan
Sesuai dengan hasil observasi , bahwa siswa apabila berhadapan langsung dengan guru dalam proses pembelajaran, siswa akan canggung untuk belajar. Apabila siswa belum mengerti atau paham pada saat proses balajar siswa canggung untuk bertanya pada gurunya dan siswa masih kurang percaya diri untuk menjawab pertanyaan. Tidak sama halnya ketika siswa diberikan suatu kelompok belajat , siswa yang belum paham atau belum mengerti tidak akan merasa canggung untuk bertanya pada teman kelompoknya, sehingga proses belajar akan lancar.
Oleh karena itu siswa perlu diberikan suatu model pembelajaran yang bisa lebih memotivasi siswa dan membantu siswa untuk lebih mudah menerima materi pelajaran . Dalam hal ini diberikan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick untuk membantu siswa dalam proses belajarnya. Tujuan lain yang ingin dicapai dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif adalah membantu siswa dalam meningkatkan pencapaian akademiknya.

F. Tujuan Penelitian
Berdasakan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial melalui model pembelajaran kooperatif tipe talking stick pada siswa kelas IV SD inpres Biringkaloro kabupaten Gowa.













BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Motivasi
Kata “motif” diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan didalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi interen (kesiap-siagaan). Berawal dari kata motif itu maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak.
Menurut Noehi Nasution (1993: 8) motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Karena itu, motivasi belajar perlu diusahakan.
B. Definisi Ilmu Pengetahuan Sosial
Pada hakekatnya perkembangan hidup manusia mulai saat lahir sampai menjadi dewasa tak dapat terlepas dari masyarakat. Oleh karena itu pengetahuan sosial dapat dikatakan tak asing bagi tiap orang, Sejak bayi telah melakukan hubungan dengan orang lain terutama dengan ibunyadan dengan anggota keluarga yang lainnya. Meskipun dengan sepihak. Hubungan sosial itu telah terjadi, tanpa hubungan sosial bayi tidak akan mampu berkembang menjadi manusia dewasa. Pengalaman manusia di luar dirinya tidak hanya terbatas hanya dalam keluarga tapi juga meliputi teman sejawat, warga kampung dan sebagainya. Hubungan sosial yang dialami makin meluas, dari pengalaman dan pengenalanan dan hubungan Sosial tersebut dalam diri seseorang akan tumbuh pengetahuan. Pengetahuan yang melekat pada diri seseorang termasuk pada diri orang lain dapat terangkum dalam “pengetahuan sosial”. Segala peristiwa yang dialami dalam kehidupan manusia telah membentuk pengetahuan sosial dalam diri kita masing-masing.
Kehidupan sosial manusia di masyarakat beraspek majemuk yang meliputi aspek hubungan sosial, ekonomi, sosial, budaya, politik, psikologi, sejarah, geografi. Beraspek majemuk berarti kehidupan sosisal meliputi berbagai segi yang berkaiatan satu sama lain. Bukti bahwa maanusia adalah multiaspek, kehidupan sosial yang merupakan hubungan aspek-aspek ekonomi adalah sandang, papan, pangan merupakan kebutuhan manusia.
Hakikat ilmu pengetahuan sosial adalah telaah tentang manusia dan dunianya. Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup dengan sesamanya. dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial menggambarkan bagaimana manusia memahami keseragaman budaya, suku dan adat istiadat, sumber daya alam Selain itu juga mengajarkan mengenal sejarah yang terjadi dimasa lampau dan tokoh-tokohnya dan lain-lain.

C. Definisi Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan yang terjadi pada individu tersebut, belajar banyak diartiakn dan didefinisikan oleh para ahli dengan rumusan dan kalimat yang berbeda, pada hakikatnya prinsip dan tujuan sama.
Menurut Robert M. Gagne ( 1976:3) dalam bukunya mendefinisikan “ learning is change in human disposition or capability, which persists over a period of time, and which is not simply ascribable to processes of growth”.
“Pelajaran adalah suatu perubahan didalam diri manusia atau kemampuan yang tetap berlaku setelah jangka waktu tertentu dan yang mana tidak hanya disebabkan ole proses pertumbuhan”.
Menurut Morgan (Hastomo 2003:6 ) memberikan pengertian belajar sebagai berikut :
“Belajar adalah setiap perubahan tingkah laku yang relative tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman”.
Sedangakan Hudoyo (Mulhayu,2000:6) mengemukakan bahwa:
“Belajar merupakan suatu usaha yang berupa kegiatan sehingga terjadi perubahan tingakah laku yang relative tetap. Perubahan ini ditandai oleh kemampaun siswa mendemonstrasiakn pengetahuan keterampilan”.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada didri seseorang akibat interksi individu dengan lingkungannya, perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar diharapkan bersifat positif, perubahan yang dimaksud dapat berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, kecakapan, kebiasaan,sikap dan tingkah laku serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu belajar.

D. Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial
Istilah hasil belajar tersebut tersusun dari dua kata yakni dari kata hasil dan belajar. Menurut kamus besar bahasa Indonesia , hasil diartikan sebagai sesuatu yang telah dicapai dari apa yang dilakukan atau apa yang telah dikerjakan sebelumnya. Belajar itu sendiri merupakan proses perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungan. Jadi hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.
Pengertian hasil belajar menurut para ahli yaitu:
1) Menurut Lindgren hasil pembelajaran meliputi kecakapan, infomasi, pengertian, dan sikap Suprijono (2009:7). Dan defenisi hasil belajar menurut slavin (2005) adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran dari kondisi yang berbeda. Efek ini bisa berupa efek yang sengaja dirancang, karena itu ia merupakan efek yang diinginkan dan bisa juga berupa efek nyata sebagai hasil penggunaan metode pembelajaran tertentu.
2) Menurut Anni (2004:4), hasil blajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar.
3) Hasil belajar menurut sudjana (1990:22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
4) Menurut Nana Sudjana (Arimina,2004:7) bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Jadi, hasil belajar merupakan hasil dari interaksi belajar mengajar. Bagi siswa hasil belajar merupakan berkhirnya proses, bagi guru diakhiri dengan evaluasi hasil belajar.
Jadi, hasil belajar merupakan salah satu ukuran penguasaan siswa mendapatkan pelajaran di sekolah. Untuk mengukur kemampuan siswa tersebut dilakukan evaluasi. Evaluasi hasil belajar dapat diartikan sebagai suatu kegiatan pengumpulan data mengenai kemampuan belajar siswa untuk menentukan apakah kompetensi dasar dan indikator hasil belajar tercapai seperti apa yang diharapkan.
Jika dikaitkan dengan Ilmu Pengetahuan Sosial, maka hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial adalah suatu hasil yang dicapai atau diperoleh siswa dalam menekuni dan mempelajari Ilmu Pengetahuan Sosial atau yang terkait secara sadar sebagai hasil belajar dari interaksi. Hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial dikatakan berhasil jika pemahaman konsep yang dicapai sudah mampu diaplikasikan dalam proses belajar untuk menyelesaikan soal pada mata pelajaran . Ilmu Pengetahuan Sosial.
E. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan ide lama (Johnson dan Johnson 2004). Talmud, seorang filosof, berpendapat bahwa untuk dapat belajar seseorang harus memiliki teman. Pada awal abad pertama, Quintillion berargumentasi bahwa siswa mendapat manfaat dari saling mengajar satu sama lain. Seorang filosofi Romawi, Seneca, mengatakan bahwa when you teach, you lear twice. Dari sinilah ide pembelajaran kooperatif dikembangkan (Ibrahim.dkk, 2000:12). Menurut Arends (2001: 316) ide tentang pembelajaran kooperatif dapat ditelusuri kembali dari zaman Yunani Kuno. Namun demikian, perkembangannya pada masa kini dapat dilacak dari karya psikologi pendidikan dan teori belajar pada awal abad ke-20. Para ahli tersebut diantaranya adalah john Dewey (1916) dan Herbert Thelan (1954, 1969).
Sekarang ini, pembelajaran ini terus dikembangakan . Jacob dan Hannah (2004) mendefinisikan “cooperative learning, also known as collaborative learning is a body of concepts and techniques for helping to maximize the benefits of cooperation among students” ( pembelajaran kooperatif, yang juga dikenal sebagai pembelajaran kolaboratif adalah sebuah sesuatu konsep-konsep dan teknik untuk membantu memaksimalkan manfaat dari kerja sama antar siswa.
Arends (1997: 111) mengemukakan beberapa pembelajaran kooperatif, yaitu:
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya;
b. Kelompok dibentuk dari siswa dengan kemampuan tinggi, sedang, rendah;
c. Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, suku, budaya, dan jenis kelamin berbeda.
d. Penghargaan lebih berorientasi pad kelompok dari pada individu.
Dalam pembelajaran kooperatif, sebagai besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran, berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Suherman ( Nur Arifah, 2006: 12), mengemukakan bahwa belajar pembelajaran kooperatif mencakupi suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai tim untuk menyelesaiakan sebuah masalah, menyelasaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya.
Model pembelajaran kooperatif akan dapat melatih siswa untuk mendengarkan pendapat orang lain, tugas-tugas kelompok akan dapat memacu para siswa untuk belkerja sama saling membantu sama lain untuk mengintegrasiakan pengetahuan-pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimilkinya. Dengan mempraktekkan pembelajaran kooperatif di kelas, suatu hari kelak akan menuai sebuah sebagai makhluk sosial ( homo homini socius), bukan homo homini lupus (manusia adalah serigala bagi temannya). Dengan kata lain, pembelajaran kooperatif adalah cara belajar mengajar berbasis peace education yang pasti mendapat perhatian.
Pembelajaran koperatif bukan bermaksud untuk menggantikan pendekatan kompetetif (persaingan). Nuansa kompetitif dalam kelas akan sangat baik bila diterapkan secara sehat. Pendekatan kooperatif ini adalah sebagai alternatif pilihan dalam mengisi kelemahan kompetensi , yakni hanya sebagai siswa saja yang akan bertambah pintar, sementara yang lainnya semakin tenggelam dalam ketidaktahuannya.
Secara umum sintaks model pembelajaran kooperatif dapat dilihat sebagai berikut:
Sintaks model pembelajaran kooperatif
Fase Kegiatan Guru
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa Guru menyampaikan tujuan pembelajaran (indicator hasil belajar) guru memotivasi siswa mengaitkan pembelajaran sekarang dengan yang terdahulu.
Fase-2
Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bacaan.
Fase-3
Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok belajar Guru menjelaskan kepada siswa cara membentuk kelompok belajarm, guru mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar (setiap kelompok beranggotakan 4-5 orang dan harus heterogen terutama jenis kelamin dan kemampuan siswa).
Fase-4
Membimbing kelompok kerja dan belajar Guru membimbing kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas.
Fase-5
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau meminta siswa mempresentasikan hasil karya kerjanya, kemudian dilanjutkan dengan diskusi.
Fase-6
Memberikan penghargaan Guru memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi untuk menghargai upaya maupun hasil belajar siswa baik secara individu maupun kelompok.

1. Unsur-Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Menurut Lundren (Isjoni, 2007: 13), unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif antara lain sebagai berikut:
a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”
b. Para siswa harus memiliki tanggung jawab siswa atau peserta didik lain kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
d. Para siswa membagi tugas dan tanggung jawab diantara para anggota kelompok.
e. Para siswa diberikan satu evakuasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
f. Para siswa berbagi kepemimpinan memperoleh keterampilan bekerjasama selama belajar.
g. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
2. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Siswa belajar dalam kelompok, produktif mendengar, mengemukakan pendapat, dan membuat keputusan secara bersama.
b. Kelompok siswa terdiri dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan yang tinggi, sedang dan rendah.
c. Jika dalam kelas, terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompoknya terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula.
d. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja keolompok daripada perorangan.
Pada hakekatnya pembelajaran kooperatif sama dengan kerja kelompk, walaupun pembelajaran kooperatif terjadi dalam bentuk kelompok, tetapi tidak setiap kerja kelompok pembelajaran kooperatif.
Bennet (Isjoni, 2007: 41) menyatakan ada lima unsur dasar yang dapat membedakan pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok, yaitu:
a. Positive intercepence, yaitu hubungan timbale balik yang didasari adanya kepentingan yang sama atau perasaan diantara anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya.
b. Interaction face to face, yaitu interaksi yang langsung terjadi antar siswa tanpa ada perantara.
c. Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok.
d. Membutuhkan keluwesan
e. Meningkatkan keterampilan bekerjasama dalam memecahkan masalah (proses kelompok).


3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Arends (1997: 111) meyatakan bahwa “the cooperative learning model was developed to achieve at least there important instructional goals: academic achievement, acceptance of diversity and social skill development ”. yang maksudnya adalah bahwa model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai sekurang-kurangnya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu:
a. Hasil belajar akademik , yaitu untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Pembelajaran model ini dianggap unggul dalam membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit.
b. Penerimaan terhadap keragaman, yaitu agar siswa menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam latar belakang.
c. Pengembangan keterampilan social, yaitu untuk mengembangkan keterampilan social siswa diantaranya: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau mengungkapkan ide, dan bekerja dalam kelompok.
4. Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif
a. Tugas-tugas perencanaan seperti memilih pendekatan, pemeilihan materi yang sesuai, pembentukan kelompok siswa, pengembangan materi dan tujuan mengenalkan siswa pada tugas dan peran, merencanakan waktu dan tempat.
b. Tugas-tugas intertaktif, yaitu menyampaikan tujuan pembelajaran, membangkitkan motivasi, menyajikan informasi, mengorganisasikan dan membentuk kelompok belajar, mengevaluasi dan memberikan penghargaan.
5. Langkah-Langkah Pembelajaran
Adapun langkah-langkah pembelajaran langsung setting kooperatif adalah sebagai berikut:
a) Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa, dimana guru berperan dan menjelaskan inkator hasil belajar, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapakan siswa untuk belajar.
b) Mendemostrasikan pengetahuan atau keterampilan, dimana guru memegang peranan dalam mendemostrasikan keterampilan dengan benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap.
c) Membimbing kelompok kerja dan belajar, guru membimbing kemompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas.
d) Evaluasi, guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau meminta siswa mempresentasikan hasil karyanya, kemudian dilanjutkan dengan diskusi.
e) Memberikan penghargaan, guru memberikan penghargaan kepada siswa yang nerprsetasi untuk menghargai upaya maupun hasil belajar siswa baik secara individu maupun kelompok.
F. Model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick
Talking Stick termasuk salah satu model pembelajaran kooperatif. Dimana pembelajaran ini mendorong peserta didik ( siswa ) untuk berani mengemukakan pendapatnya tanpa ada rasa takut salah. Model pembelajaran ini dilakukan dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat harus menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya. Selain melatih untuk berbicara, pembelajaran ini akan menciptakan suasana yang menyenangkan dan membuat siswa aktif.
Pembelajaran dengan Talking Stick ini memliki langkah-langkah penerapannya dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Guru membentuk kelompok yang terdiri atas 4-5 orang
2) Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya 20 cm
3) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan para kelompok untuk membaca dan mempelajari materi pelajaran
4) siswa berdiskusi membahas masalah-masalah yang ditemukan
5) Setelah kelompok selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari isinya, guru mempersilahkan anggota kelompok untuk menutup isi bacaan
6) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu anggota kelompok, setelah itu guru memberi pertanyaan dan anggota kelompok yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian
7) siswa lain boleh membantu menjawab pertanyaan jika anggota kelompoknya tidak bisa menjawab pertanyaan
8) Guru memberikan kesimpulan
9) Guru melakukan evaluasi/penilaian, baik secara kelompok maupun individu
10) Guru menutup pembelajaran.
BAB III
PROSEDUR PELAKSANAAN
A. Jumlah siswa, tempat, dan waktu pelaksanaan P2K
1. Jumlah siswa
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IVb SD. Inpres Biringkaloro kab. Gowa dengan jumlah siswa 33 orang, terdiri dari 19 laki-laki dan 14 perempuan.
2. Tempat Pelaksanaan P2K
Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di SD. Inpres Biringkaloro kelurahan tetebatu, kecamatan pallangga kabuaten Gowa penulis mengambil lokasi atau tempat ini sesuai dengan lokasi tempat penulis melakukan kegiatan P2K.
3. Waktu Pelaksanaan P2K
Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian selama 2 bulan terhitung mulai bulan agustus s.d bulan Oktober. Waktu dari perencanaan sampai penulisan laporan hasil penelitian tersebut pada semester ganjil Tahun Ajaran 2011/2012.
B. Langkah-langkah Pembuatan Perangkat Pembelajaran Inovatif
Penelitian tindakan ini dilaksanakan di dalam kelas. Desain ini dipilih karena masalah utama muncul dari praktik pembelajaran di kelas sebaagai upaya peningkatan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif, prosedur penelitian tindakan ini tampak pada alur pelaksanaan tindakan berikut:














Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) ini menggunakan dua kali siklus, yaitu :
 Siklus I
1. Perencanaan
Tahap ini merupakan suatu tahap persiapan untuk melakukan suatu tindakan. Pada tahap ini langkah-langkah yang dilakukan peniliti adalah sebagai berikut:
a. Menelaah kurikulum materi pelajaran IPS untuk kelas IV inpres Biringkaloro, Melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing dan pihak sekolah mengenai rencana teknis penelitian.
b. Membuat skenario pembelajaran dikelas dalam hal ini pembuatan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan materi yang akan diajarkan setiap pertemuan.
c. Menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan.
d. Membuat alat bantu atau media pengajaran.
e. Membuat lembar observasi untuk mengamati bagaimana kondisi belajar ketika pelaksanaan tindakan berlangsung.
f. Membuat soal, digunakan untuk mengevaluasi siswa sejauhmana siswa mengetahui pelajaran yang telah diberikan.
2. Pelaksanaan Tindakan
Secara umum tahap pelaksanaan tindakan siklus I, meliputi :
Pelaksanaan tindakan pada siklus ini dilakukan selama 4 kali pertemuan. Pertemuan pertama sampai pertemuan ketiga diisi dengan kegiatan proses belajar dengan menerapkan pembelajaran Talking Stick. Untuk pertemuan keempat diisi dengan evaluasi terhadap materi yang telah diberikan pada siklus I. Pada tahap pelaksanaan tindakan yang akan dilakukan adalah skenario tindakan yang direncanakan yaitu:
a. Pada awal kegiatan pembelajaran guru membangun hubungan yang harmonis untuk memahami karakteristik siswa.
b. Sebelum memulai pelajaran, peneliti melakukan perkenalan dengan siswa kemudian memberikan motivasi kepada siswa.
c. Peneliti memberikan apersepsi tentang konsep suatu pokok bahasan yang sedang dipelajari dan membimbing siswa dalam penerapan pembelajaran IPS dengan model Talking Stick.
d. Melakukan pengajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun sebelumnya pada tahap perecanaan.
e. Memberikan tes untuk mengetahui hasil belajar terkait materi yang telah diajarkan.
3. Observasi
Pada prinsipnya tahapan observasi dilaksanakan selama penelitian berlangsung dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Adapun hal-hal yang diobservasi adalah:
1. persentase kehadiran siswa
2. Siswa yang memperhatikan penjelasan guru
3. Siswa yang bertanya
4. Siswa yang mampu menjawab pertanyaan lisan guru
5. Siswa yang menyelesaikan tugas,
6. Siswa yang melakukan kegiatan lain saat proses pembelajaran.
4. Refleksi
Hasil pada tahap observasi dikumpulkan untuk dianalisis dan dievaluasi oleh peneliti, kemudian peneliti dapat merefleksi diri tentang berhasil tidaknya yang dilakukan. Hasil dari siklus pertama digunakan untuk menentukan tindakan pada siklus kedua.
Kegiatan refleksi pada penelitian ini meliputi:
a) Mengingat dan merenungkan kembali kesesuaian tindakan-tindakan yang telah dilakukan dengan hasil-hasil observasi.
b) Mendiskusikan hasil refleksi yang telah dibuat bersama dengan guru mata pelajaran IPS.
c) Merencanakan perbaikan-perbaikan tindakan pada siklus tindakan berikutnya.
d) Mengevaluasi tingkat keberhasilan yang dicapai sesuai tujuan pemberian tindakan.
 Siklus II
Langkah yang dilakukan pada Siklus II pada umumnya sama seperti kegiatan yang telah dilakukan pada Siklus I dengan melakukan beberapa perbaikan seperti : mengamati siswa lebih tegas dan memberikan teguran bagi siswa yang kurang disiplin, untuk siswa yang hasil belajarnya rendah dan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal diberi bimbingan khusus di kelas dan diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan secara lisan, agar siswa dapat lebih bergairah dan mampu memahami Ilmu Pengetahuan Sosial sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Hasil yang diperoleh dari siklus II ini diharapkan agar lebih baik dari Siklus I.
C. Implementasi RPP dan evaluasi di kelas /prosedur Pengambilan Data
1. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Hasil pengamatan observer
b. Hasil tes siklus, siswa kelas IVb SD Inpres Biringkaloro.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Evaluasi tertulis
Evaluasi digunakan untuk mengetahui dan mengukur seberapa besar hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa, mengukur keberhasilan dan efisiensi pembelajaran yang di lakukan serta seberapa jauh siswa menyerap materi pelajaran yang telah disampaikan. Evaluasi ini dilakukan pada akhir siklus setelah proses pembelajaran selesai.
b. Dokumentasi
Kegiatan dokumentasi dimaksudkan untuk memperoleh data jumlah siswa kelas IV SD inpres Biringkaloro dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) mata pelajaran IPS.
c. Observasi
Observasi dilakukan untuk mengamati kegiatan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Observasi dilaksanakan terhadap siswa secara langsung yang berarti mengadakan pengamatan secara langsung terhadap subjek yang diteliti.











BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas tentang hasil-hasil penelitian yang menunjukkan peningkatan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa kelas IVb SD. Inpres Biringkaloro, setelah diterapkan pembelajaran kooperatif tipe Talking stick. Adapun yang daianalisis adalah skor hasil belajar siswa yang diberikan setiap akhir siklus secara diskriptif, data mengenai perubahan sikap siswa yang diambil dari rekaman pengamatan dan tanggapan yang diberikan oleh siswa baik yang tertulis maupun secara lisan.
A. Hasil penelitian
1. Siklus I
a. Hasil analisa kuantitatif
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I diberikan materi selama 3 kali pertemuan dan tes siklus diberikan pada pertemuan ke 4. Adapun data skor hasil belajar siklus I dapat dilihat pada tabel (4) berikut ini.
Tabel 4.1. Statistik skor hasil belajar siswa kelas IVb SD Inpres Biringkaloro kab. Gowa pada akhir siklus I.
Statistik Nilai statistik
Jumlah siswa
Skor nilai
Nilai minimum
Nilai maksimum
Skor rata-rata 33
100
30
79
52,24
Dari tabel 4.1. menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial setelah diterapkan pembelajaran kooperatif tipe talking stick pada siklus I adalah dari skor ideal yang mungkin dicapai yaitu 100 dari skor rata-rata 52,24 menunjukkan bahwa hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa kelas IVb SD Inpres Biringkaloro kab. Gowa masih rendah.
Hasil ini disebabkan karena masih kurangnya perhatian siswa dengan melakukan kegiatan lain selama proses pembelajaran berlangsung. Apabila skor hasil belajar siswa dikelompokkan ke dalam 5 kategori maka diperoleh distribusi frekuensi nilai seperti yang disajikan pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Distribusi frekuensi dan persentase skor hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa kelas IVb SD Inpres Biringkaloro kab. Gowa. pada siklus I.
No Skor kategori Frekuensi Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
5. 0-34
35-54
55-64
65-84
85-100 Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi 5
10
13
5
- 15,1
30,4
39,4
15,1
-
jumlah 33 100

b. Hasil analisis kuantitatif
Selama berlangsungnya penelitian pada siklus I tercatat sikap yang terjadi pada setiap siswa terhadap pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Sikap siswa tersebut diperoleh dari lembar observasi pada setiap pertemuan yang dicatat pada setiap siklus.
Adapun sikap siswa dari siklus I adalah sebagai berikut :
1. Perhatian siswa pada siklus I terhadap pelajaran masih kurang sehingga siswa belum memahami sepenuhnya pelajaran.
2. Pada saat proses pembelajaran, masih banyak siswa yang keluar masuk, sehingga menganggu konsentrasi temannya yang sedang belajar.
3. Pada saat melakukan tanya jawab masih banyak siswa yang tidak bisa memberikan jawaban, karena tidak memperhatikan ada saat guru menjelaskan.
4. Pada siklus I siswa kurang berani mengungkapkan pendapatnya.
c. Hasil analisis refleksi
Pada siklus I, motivasi siswa dalam proses pembelajaran masih kurang, siswa tidak bersemangat dalam mengikuti pelajaran IPS. pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru terkadang tidak dihiraukan oleh siswa.
Pada pertemuan kedua sampai pertemuan terakhir siklus I motivasi dan semangat belajar siswa meningkat, mereka senang belajar karena dalam penerapan model yang dipilih sangat tepat untuk siswa, dimana model ini guru memutarkan lagu kemudian siswa mengoper tongkat dari satu kelompok kekelompok lain. Dan pada saat lagu berhenti siswa juga menghentikan tongkat, siswa yang mendapatkan tongkat harus menjawab pertanyaan dari guru. Dengan cara ini siswa lebih bersemangat belajar dan selalu siap menjawab pertanyaan karena sewaktu-waktu dia yang mendapatkan giliran untuk menjawab. Akan tetapi masih ada sebagian siswa baik secara individu maupun kelompok mampu yang tidak mampu menjawab pertanyaan baik secara lisan maupun tulisan.
Setiap selesai proses belajar mengajar, guru memberikan pekerjaan rumah (PR) bagi siswa dengan tujuan agar siswa mau belajar dan melatih diri dalam menyelesaikan soal-soal yang ada dan dikumpulkan pada pertemuan berikutnya.
Sesuai dengan modal pembelajaran kooperatif tipe talking stick pada tes terakhir maka guru memberikan penghargaan kepada siswa baik secara individu maupun kelompok.
2. Siklus II
a. Hasil analisis kuantitatif
Seperti halnya pada siklus I, tes belajar pada siklus II ini dilaksanakan dengan bentuk ulangan harian. Hasil analisis kuantitatif menunjukkan bahwa skor rata-rata yang dicapai oleh siswa kelas IVb SD Inpres Biringkaloro kab. Gowa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Talking stick pada siklus II yang disajikan dalam tabel 4.4
Tabel 4.4 Statistik skor hasil belajar siswa kelas IVb SD Inpres Biringkaloro kab. Gowa pada akhir siklus II
Statistik Nilai Statistik
Jumlah siswa
Skor ideal
Nilai maksimum
Nilai minimum
Skor rata-rata 33
100
100
50
75,06

Pada tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa skor rata-rata pemahaman siswa75,06. Skor yang terendah yang dicapai siswa secara 50 dari skor yang mungkin dicapai 0 sampai skor tertinggi yang diperoleh siswa 100 dari skor ideal yang mungkin dicapai 100. Dengan rentang skor 50. Hal ini menunjukkan kemampuan siswa cukup bervariasi.
Apabila skor hasil belajar siswa di kelompokkan ke dalam 5 kategori maka distribusi frekuensi nilai dilihat dari tabel 4.5.
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi dan persentase skor hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Siswa kelas IVb SD Inpres Biringkaloro kab. Gowa. Pada akhir siklus II.
No Skor kategori Frekuensi Presentase (%)
1.
2.
3.
4.
5. 0-34
35-54
55-64
65-84
85-100 Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi ¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬0
2
3
21
7 0
6,1
9,1
63,6
21,2
jumlah 33 100

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa persentase skor pemahaman siswa setelah diterapkan siklus II sebesar 0 % berada pada kategori sangat rendah, 6,1 % berada pada kategori rendah, 9,1 % berada pada kategori sedang, 63,6 % berada pada kategori tinggi dan 21,2 % berada pada kategori sangat tinggi.. Maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa kelas IVb SD Inpres Biringkaloro kab. Gowa berada pada kategori tinggi dan mengalami peningkatan hasil belajar.



b. Hasil Analisis Kualitatif
Selama penelitian langsung, selama terjadi peningkatan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial pada siklus I, dan siklus II yang terjadi pada setiap siswa terhadap pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
Adapun perubahan sikap siswa pada siklus II adalah sbb:
1. Perhatian siswa terhadap selama proses pembelajaran pada siklus II ini meningkatkan sehingga siswa sudah mulai paham pada materi pelajaran.
2. Pada saat proses pembelajaran sudah jarang siswa yang keluar masuk sehingga proses belajar mengajar bisa konsentrasi pada pelajaran.
3. Sudah terlihat keseriusan siswa dalam menyelesaikan dalam memperhatikan pelajaran dan sudah mampu menjawab pertanyaan secara lisan serta dapat menyelesaikan soal-soal tulisan.
4. Pada siklus II ini, siswa sudah berani dan mampu menjawab dengan benar dan mampu bekerja sama dengan teman kelompoknya.
c. Hasil Analisis Refleksi
Pada siklus II, motivasi siswa untuk mengikuti proses belajar mengajar mengajar sudah terlihat meningkat, siswa sudah mampu mnjawab yang diajukan. Pada siklus II ini, siswa sudah tidak pasif lagi dalam proses belajar mengajar, siswa yang lebih dominan dalam mengeluarkan pendapat mereka.
Pada siklus II semangat dan keaktifan siswa semakin memperlihatkan kemajuan. Secara umum dapat dikatakan bahwa seluruh kegiatan pada siklus II ini mengalami kemajuan.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini diterapkan model kooperatif talking stick yang terdiri dari dua siklus. Penelitian ini membuahkan hasil yang signifikan yakni meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa kelas IVb SD Inpres Biringkaloro kab. Gowa.
Peningkatkatan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa pada stiap siklus dapat dilihat dari tabel 4.7 berikut:
Tabel 4.7. Perbandingan Nilai Rata-rata Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Siswa Kelas IVb SD Inpres Biringkaloro kab. Gowa. pada Setiap Siklus.

Siklus Perolehan Nilai Dari 34 Siswa
Maksimum Minimum Mean
1 79 30 52,24
2 100 50 75,06

Dilihat dari tabel di atas menunjukan bahwa setelah dilaksanakan 2 kali tes siklus, banyak siswa yang mengalami peningkatan hasil belajar dan nilai rata-rata yang diperoleh sisa pada siklus I 52,24 menjadi 75,06 pada siklus II ini menunjukkan bahwa setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick siswa mengalami peningkatan hasil belajar.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi dan pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Skor rata-rata yang diperoleh siswa setelah mengamati tes akhir dari Siklus I dan Siklus II setelah diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe talking stick mengalami peningkatan, yaitu dari 76,61 meningkat menjadi 80,64.
2. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick telah memberikan perubahan sikap pada diri siswa ke arah yang lebih baik. Hal ini terlihat dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, mulai dari kehadiran siswa, sikap siswa dalam belajar, keaktifan siswa, motivasi belajar siswa, serta pandangan siswa tentang pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
3. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IVb SD Inpres Biringkaloro kab. Gowa.




B. Saran-saran
Dari hasil penelitian yang mengindikasikan adanya peningkatan hasil belajar siswa dan terjadinya perubahan sikap positif siswa maka diajukan saran-saran sebagai berikut:
1. Penerapan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick hendaknya dilakukan dari meningkatkan hasil pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial siswa dan perubahan sikap positif siswa.
2. Demi terciptanya proses belajar mandiri siswa secara efektif, hendaknya setiap siswa memiliki buku panduan siswa sendiri.
3. Diharapkan bagi guru-guru Ilmu Pengetahuan Sosial agar menerapkan model, pendekatan pembelajaran yang bisa memotivasi siswa untuk lebih menyukai plajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.









DAFTAR PUSTAKA

Anurrahman. 2009. Belajar dan pembelajaran. Bandung : alfabeta
A.M, Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Menganjar. Jakarta; Rajawali Ekspress.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian. Cet. XI. Jakarta; PT. Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi belajar. Jakarta : Rineka cipta
Ilhamuddin. 2007. Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosialn pada Siswa Kelas VII. SMP Muhammadiyah 12 Makassar Melalui Pembelajaran Langsung Setting Kooperatif. Unismuh
Samad, Sulaiman. Dkk. 2008. Profesi Keguruan. Makassar; FIP-UNM.
Sudjana, Nana. 1998. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung; Sinar Baru.
Sudjana, Nana. 2004. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung; Sinar Baru-Algesindo.
Suprijono, agus. 2009. Coopertif learning. Yogyakarta : pustaka pelajar.






Nama Siswa dan Data Hasil Nilai Rata-rataTiap Siklus
No Nama Siswa Nilai
Siklus I Siklus II
1. Irfan Tojeng 75 70
2. Nurindah Sari 30 50
3. Muh.Al Ikhsan 55 68
4. Hasnah 76 75
5. Rian 37 70
6. Dahrul Sahid 58 80
7. Muh. Ruslan 57 72
8. Rendi Riswandi 54 85
9. Sri Handayani 30 65
10. Nur Safitra Haerul Nisa 37 68
11. Rahmawati 37 71
12. Abd. Dandi 62 95
13. Risaldi 53 68
14. Khaeril 49 60
15. Muh.Hajir 50 60
16. Muh.Syahrul 62 73
17. Ririn Al Fajrin 62 78
18. Muh.Ilham 65 70
19. Reksa Ardiansyah 64 76
20. Kartini 62 92
21. Nur irmaya 70 79
22. Wahyu Reksa 42 50
23. Nur Anggara Reksa 43 78
24. Sunita Citra 40 63
25. Nadya Febrianti 62 87
26. Henra Reskiawan 40 91
27. Danil Ibnu Farhan 79 95
28. St.Rahma Anugrah 30 74
29. Irawati 36 82
30. Nur fadilah 62 100
31. Reski Amelia 31 81
32. Herlita 55 77
33. Nur aswan hasan 59 74
JUMLAH 1724 2477
RATA-RATA 52,24 75,06

Statistik Skor Hasil Belajar Siswa pada Siklus I

Statistik Nilai Statistik
Subjek 33
Skor ideal 100
Skor tertinggi 79
Skor terendah 30
Rentang skor 49
Skor rata-rata 52,24







Statistik Skor Hasil Belajar Siswa pada Siklus II

Statistik Nilai Statistik
Subjek 33
Skor ideal 100
Skor tertinggi 100
Skor terendah 50
Rentang skor 50
Skor rata-rata 75,06
















RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
( RPP )
Nama Sekolah : SD Inpres Biring kaloro
Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial
Materi : keragaman sosial dan budaya berdasarkan kenampakan alam
Kelas/semester : IV (empat)/I (satu
Alokasi waktu : 2 x 35 menit

Pertemuan I
I. Standar Kompetensi
1. Memahami sejarah, dan keragaman suku bangsa dilingkungan kabupaten / kota dan provinsi
II. Kompetensi Dasar
1.2 mendeskripsikan kenampakan alam dilingkungan kab./ kota dan propinsi serta hubungannya dengan keragaman sosial dan budaya.
III. Indikator pencapaian kompetensi
Kognitif : produk
1. Menjelaskan pengertian kenampakan alam
2. Menyebutkan aneka ragam kenampakan alam
3. Memberikan contoh daratan dan perairan
Kognitif : proses
Membedakan antara daratan dan perairan
Psikomotor
Membaca materi untuk mengetahui berbagai macam kenampakan alam
Afektif
1. Melakukan komunikasi : bertanya dan menjawab pertanyaan
2. Melakukan kerjasama
IV. Tujuan pembelajaran
Setelah melakukan proses pembelajaran diharapkan:
Kognitif : produk
1. Siswa dapat menjelaskan pengertian kenampakan alam
2. Siswa dapat menyebutkan aneka ragam kenampakan alam
3. Siswa dapat memberikan contoh daratan dan perairan
Kognitif : proses
Siswa dapat membedakan antara daratan dan perairan
Psikomotor
Siswa dapat membaca materi untuk mengetahui berbagai macam kenampakan alam
Afektif
1. Dengan terlibat aktif dalam pembelajaran, siswa dapat melakukan komunikasi dengan benar dan santun yang meliputi bertanya dan menjawab pertanyaan.
2. Dengan terlibat aktif dalam pembelajaran, siswa dapat melakukan kerjasama dengan baik.
V. Materi pembelajaran
Keanekaragaman Kenampakan Alam
VI. Metode pembelajaran
1. model : pembelajaran kooperatif tipe talking stick
2. metode : ceramah, tanya jawab dan penugasan.


VII. Kegiatan pembelajaran
Kegiatan (waktu) Fase Kegiatan pembelajaran
Pendahuluan
(10 menit) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa  Memotivasi siswa untuk berani menjawab pertanyaan dan bertanya kepada siswa apakah pernah melihat gunung, pegunungan, pantai dan sungai.
 Menyampaikan tujuan pembelajaran
Inti
(60 menit ) Menyajikan informasi  Guru menjelaskan tentang kenampakan alam.





Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok  Guru Membentuk kelompok yang beranggotakan 4-5 orang.
 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca buku sesuai dengan materi yang telah dipelajari.
Membimbing kelompok  Guru memberikan tongkat kepada salah satu anggota kelompok, kemudian
 memberikan pertanyaan.
 Siswa yang memegang tongkat harus menjawab pertanyaan dari guru.
 Siswa lain membantu menjawab apabila teman kelompoknya tidak bisa menjawab pertanyaan.
 Guru memberikan kesimpulan
Evaluasi  Meminta siswa mengerjakan lembar kerja
Akhir
(10 menit) Penghargaan  Memberikan penghargaan (misalnya dalam bentuk pujian) terhadap kelompok yang kinerja terbaik.

VIII. Penilaian hasil belajar
1. Penilaian produk : lembar penilaian
2. Penilaian sosial : melakukan komunikasi dan kerjasama
IX. Sumber pembelajaran
1. Buku paket BSE ilmu pengetahuan sosial kelas IV SD/MI penerbit pusat perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
2. Alam setempat
3. Lembar kerja siswa
4. Lembar penilaian
Makassar, September 2011
Mengetahui,
Mahasiswa P2K


Husnawati

Dosen pembimbing Guru pembimbing


Ainun jariah, S.Ag, M.A Amiri, A.Ma

Pembelajaran Terpadu

Pengertian Pembelajaran Terpadu
Beberapa pengertian dari pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh beberapa orang pakar pembelajaran terpadu diantaranya :

(1) menurut Cohen dan Manion (1992) dan Brand (1991), terdapat tiga kemungkinan variasi pembelajaran terpadu yang berkenaan dengan pendidikan yang dilaksanakan dalam suasana pendidikan progresif yaitu kurikulum terpadu (integrated curriculum), hari terpadu (integrated day), dan pembelajaran terpadu (integrated learning). Kurikulum terpadu adalah kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata pelajaran melalui suatu tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna sehingga batas antara berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh dikatakan tidak ada. Hari terpadu berupa perancangan kegiatan siswa dari sesuatu kelas pada hari tertentu untuk mempelajari atau mengerjakan berbagai kegiatan sesuai dengan minat mereka. Sementara itu, pembelajaran terpadu menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai titik pusatnya (center core / center of interest);

(2) menurut Prabowo (2000 : 2), pembelajaran terpadu adalah suatu proses pembelajaran dengan melibatkan / mengkaitkan berbagai bidang studi. Dan ada dua pengertian yang perlu dikemukakan untuk menghilangkan kerancuan dari pengertian pembelajaran terpadu di atas, yaitu konsep pembelajaran terpadu dan IPA terpadu.

Menurut Prabowo (2000:2), pembelajaran terpadu merupakan pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi. Pendekatan belajar mengajar seperti ini diharapkan akan dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak didik kita. Arti bermakna disini dikarenakan dalam pembelajaran terpadu diharapkan anak akan memperoleh pemahaman terhadap konsep-konsep yang mereka pelajari dengan melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami.

Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan belajar mengajar yang memperhatikan dan menyesuaikan dengan tingkat perkembangan anak didik (Developmentally Appropriate Practical). Pendekatan yang berangkat dari teori pembelajaran yang menolak drill-system sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak.

Langkah awal dalam melaksanakan pembelajaran terpadu adalah pemilihan/ pengembangan topik atau tema. Dalam langkah awal ini guru mengajak anak didiknya untuk bersama-sama memilih dan mengembangkan topik atau tema tersebut. Dengan demikian anak didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan pembuatan keputusan.

Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan terpadu ini diharapkan akan dapat memperbaiki kualitas pendidikan dasar, terutama untuk mencegah gejala penjejalan kurikulum dalam proses pembelajaran di sekolah. Dampak negatif dari penjejalan kurikulum akan berakibat buruk terhadap perkembangan anak. Hal tersebut terlihat dengan dituntutnya anak untuk mengerjakan berbagai tugas yang melebihi kapasitas dan kebutuhan mereka. Mereka kurang mendapat kesempatan untuk belajar, untuk membaca dan sebagainya. Disamping itu mereka akan kehilangan pengalaman pembelajaran alamiah langsung, pengalaman sensorik dari dunia mereka yang akan membentuk dasar kemampuan pembelajaran abstrak (Prabowo, 2000:3).

Pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa ciri yaitu : berpusat pada anak (student centered), proses pembelajaran mengutamakan pemberian pengalaman langsung, serta pemisahan antar bidang studi tidak terlihat jelas. Disamping itu pembelajaran terpadu menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam satu proses pembelajaran. Kecuali mempunyai sifat luwes, pembelajaran terpadu juga memberikan hasil yang dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.

Pembelajaran terpadu memiliki kelebihan (Depdikbud, 1996) sebagai berikut :
1. Pengalaman dan kegiatan belajar anak relevan dengan tingkat perkembangannya.
2. Kegiatan yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
3. Kegiatan belajar bermakna bagi anak, sehingga hasilnya dapat bertahan lama.
4. Keterampilan berpikir anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu.
5. Kegiatan belajar mengajar bersifat pragmatis sesuai dengan lingkungan anak.
6. Keterampilan sosial anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu. Keterampilan sosial ini antara lain adalah : kerja sama, komunikasi, dan mau mendengarkan pendapat orang lain.


Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa pembelajaran terpadu mempunyai kelebihan yang dapat dimanfaatkan oleh guru dalam membantu anak didiknya berkembang sesuai dengan taraf perkembangan intelektualnya. Meskipun demikian pendekatan pembelajaran terpadu ini masih mengandung keterbatasan-keterbatasan.

Salah satu keterbatasan yang menonjol dari pembelajaran terpadu adalah pada faktor evaluasi. Pembelajaran terpadu menuntut diadakannya evaluasi tidak hanya pada produk, tetapi juga pada proses. Evaluasi pembelajaran terpadu tidak hanya berorientasi pada dampak instruksional dari proses pembelajaran, tetapi juga pada proses dampak pengiring dari proses pembelajaran tersebut. Dengan demikian pembelajaran terpadu menuntut adanya teknik evaluasi yang banyak ragamnya. Oleh karenanya tugas guru menjadi lebih banyak (Prabowo, 2000:4).

Dalam Prabowo (2000:5) dikatakan bahwa dari kalangan pendidik terdapat berbagai pendapat yang intinya menyatakan bahwa penerapan pendekatan pembelajaran terpadu akan banyak menimbulkan masalah dan tugas guru menjadi semakin membengkak. Masalah yang menonjol adalah tentang penyesuaian pola penerapan dan hasil pembelajaran terpadu dikaitkan dengan kurikulum yang sedang berlaku. Dalam mengatasi masalah ini, pada tahap awal dapat dilakukan dengan memeriksa isi kurikulum dalam satu catur wulan secara fleksibel. Artinya materi dalam satu catur wulan tersebut dapat diatur urutan pembelajarannya, asal cakupannya tetap tercapai.

Berangkat dari pokok pemikiran tersebut di atas, maka sebelum merancang pembelajaran terpadu, hendaknya guru mengumpulkan dan menyusun seluruh pokok bahasan dari semua bidang studi dalam satu catur wulan, kemudian dilanjutkan dengan proses perancangan pembelajaran terpadu.



Prinsip-prinsip Pembelajaran Terpadu
21 Juni 2009 10.066 views 3 Comments
Berikut ini dikemukakan pula prinsip-prinsip dalam pembelajaran terpadu yaitu meliputi : 1) prinsip penggalian tema, 2) prinsip pelaksanaan pembelajaran terpadu, 3) prinsip evaluasi dan 4) prinsip reaksi.
Prinsip penggalian tema antara lain : 1). Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan memadukan banyak bidang studi, 2). Tema harus bermakna artinya bahwa tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya 3). Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak. 4). Tema yang dikembangkan harus mampu mewadahi sebagian besar minat anak, 5). Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan penstiwa-peristiwa otentik yang terjadi dalam rentang waktu belajar, 6) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku, serta harapan dari masyarakat, 7). Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.
Prinsip pelaksanaan terpadu di antaranya : 1) guru hendaknya jangan menjadi “single actor “ yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar mengajar, 2) pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerjasarna kelompok, 3) guru perlu akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam poses perencanaan.
Prinsip evaluatif adalah : 1). memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri di samping bentuk evaluasi lainnya, 2) guru perlu mengajak siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan yang telah disepakati dalam kontrak.
Prinsip reaksi, dampak pengiring (nuturan efek) yang penting bagi perilaku secara sadar belum tersentuh oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar. Karena itu, guru dituntut agar mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus bereaksi terhadap reaksi siswa dalam semua “event “ yang tidak diarahkan ke aspek yang sempit tetapi ke suatu kesatuan utuh dan bermakna.
Waktu pembelajaran terpadu bisa bermacam-macam yaitu : 1) pembelajaran terpadu yang dilaksanakan pada waktu tertentu, yaitu apabila materi yang dijalankan cocok sekali diajarkan secara terpadu; 2) Pembelajaran terpadu bersifat temporer, tanpa kepastian waktu dan bersifat situasional, dimana pelaksanaannya tidak mengikuti jadwal yang teratur, pelaksanaan pembalajaran terpadu secara spontan memiliki karakteristik dengan kegiatan belajar sesuai kurikulum yang isinya masih terkotak-kotak berdasarkan mata pelajaran.
Walaupun demikian guru tetap harus merencanakan keterkaitan konseptual atau antar pelajaran, dan model jaring laba-laba memungkinkan dilaksanakan dengan pembelajaran terpadu secara spontan (tim pengembang PGSD, 1996); (3) Ada pula yang melaksanakan pembelajaran terpadu secara periodik, misalnya setiap akhir minggu, atau akhir catur wulan. Waktu-waktunya telah dirancang secara pasti; (4) Ada pula yang melaksanakan pembelajaran terpadu sehari penuh. Selama satu hari tidak ada pembelajaran yang lain, yang ada siswa belajar dengan yang diinginkan. Siswa sibuk dengan urusannya masing-masing.
Pembelajaran ini dikenal dengan istilah “integrated day “ atau hari terpadu. Diawali dengan kegiatan pengelolaan kelas yang meliputi penyiapan aspek-aspek kegiatan belajar, alat-alat, media dan peralatan lainnya yang dapat menunjang terlaksananya pembelajaran terpadu. Dalam tahap perencanaan guru memberikan arahan kepada murid tentang kegiatan yang akan dilaksanakan, cara pelaksanaan kegiatan, dan cara siswa memperoleh bantuan guru.
Implikasi dari pembelajaran terpadu, bentuk hari terpadu, guru harus menentukan waktu maupun jumlah hari untuk pelaksanaan kegiatan tersebut dan dapat diisi dengan kegiatan pembelajaran terpadu model jaring laba-laba; (4) Pembelajaran terpadu yang terbentuk dari tema sentral.
Implementasinya menuntut dilakukannya pengorganisasian kegiatan yang telah terstruktur. Pengorganisasian pada awal kegiatan mencakup penentuan tema dengan mempertimbangkan alat, bahan, dan sumber yang tersedia, jenis kegiatan serta cara guru membantu siswa. Untuk pelaksanaanya guru bekerjasama dengan guru kelas lainnya dalam merancang kegiatan belajar mengajar dengan memilih tema sentral transportasi dalam kehidupan Dalam tulisan ini, bentuk pembelajaran terpadu dilaksanakan secara periodik. Semoga.***







Pembelajaran Guru
• Front Page
• About

← PEMBELAJARAN TEMATIK- IMPLIKASI Karakteristik Perkembangan anak usia kelas awal SD serta Pembelajaran Tematik-Keuntungan Penggunaan →
Model Pembelajaran Tematik (Pembelajaran Terpadu) – Latar Belakang Mengapa Disarankan untuk Digunakan di SD dan MI
May 20, 2008 • 2 Comments
Model Pembelajaran Tematik (Pembelajaran Terpadu) – Latar Belakang Mengapa Disarankan untuk Digunakan di SD dan MI

Peserta didik yang berada pada sekolah dasar kelas satu, dua, dan tiga berada pada rentangan usia dini. Pada usia tersebut seluruh aspek perkembangan kecerdasan seperti IQ, EQ, dan SQ tumbuh dan berkembang sangat luar biasa. Pada umumnya mereka masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (berpikir holistik) dan memahami hubungan antara konsep secara sederhana. Proses pembelajaran masih bergantung kepada objek-objek konkret dan pengalaman yang dialami secara langsung.

Saat ini, pelaksanaan kegiatan pembelajaran di SD kelas I – III untuk setiap mata pelajaran dilakukan secara terpisah, misalnya IPA 2 jam pelajaran, IPS 2 jam pelajaran, dan Bahasa Indonesia 2 jam pelajaran. Dalam pelaksanaan kegiatannya dilakukan secara murni mata pelajaran yaitu hanya mempelajari materi yang berhubungan dengan mata pelajaran itu. Sesuai dengan tahapan perkembangan anak yang masih melihat segala sesuatu sebagai suatu keutuhan (berpikir holistik), pembelajaran yang menyajikan mata pelajaran secara terpisah akan menyebabkan kurang mengembangkan anak untuk berpikir holistik dan membuat kesulitan bagi peserta didik.

Selain itu, dengan pelaksanaan pembelajaran yang terpisah, muncul permasalahan pada kelas rendah (I-III) antara lain adalah tingginya angka mengulang kelas dan putus sekolah. Angka mengulang kelas dan angka putus sekolah peserta didik kelas I SD jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang lain. Data tahun 1999/2000 memperlihatkan bahwa angka mengulang kelas satu sebesar 11,6% sementara pada kelas dua 7,51%, kelas tiga 6,13%, kelas empat 4,64%, kelas lima 3,1%, dan kelas enam 0,37%. Pada tahun yang sama angka putus sekolah kelas satu sebesar 4,22%, masih jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelas dua 0,83%, kelas tiga 2,27%, kelas empat 2,71%, kelas lima 3,79%, dan kelas enam 1,78%.

Angka nasional tersebut semakin memprihatinkan jika dilihat dari data di masing-masing propinsi terutama yang hanya memiliki sedikit taman kanak-kanak. Hal itu terjadi terutama di daerah terpencil. Pada saat ini hanya sedikit peserta didik kelas satu sekolah dasar yang mengikuti pendidikan prasekolah sebelumnya. Tahun 1999/2000 tercatat hanya 12,61% atau 1.583.467 peserta didik usia 4-6 tahun yang masuk taman Kanak-kanak, dan kurang dari 5 % peserta didik berada pada pendidikan prasekolah lain.

Permasalahan tersebut menunjukkan bahwa kesiapan sekolah sebagian besar peserta didik kelas awal sekolah dasar di Indonesia cukup rendah. Sementara itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta didik yang telah masuk taman kanak-kanak memiliki kesiapan bersekolah lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang tidak mengikuti pendidikan taman kanak-kanak. Selain itu, perbedaan pendekatan, model, dan prinsip-prinsip pembelajaran antara kelas awal sekolah dasar dengan pendidikan pra-sekolah dapat juga menyebabkan peserta didik yang telah mengikuti pendidikan pra-sekolah pun dapat saja mengulang kelas atau bahkan putus sekolah.

Atas dasar pemikiran di atas dan dalam rangka implementasi Standar Isi yang termuat dalam Standar Nasional Pendidikan, maka pembelajaran pada kelas awal sekolah dasar yakni kelas satu, dua, dan tiga lebih sesuai jika dikelola dalam pembelajaran terpadu melalui pendekatan pembelajaran tematik. Untuk memberikan gambaran tentang pembelajaran tematik yang dapat menjadi acuan dan contoh konkret, disiapkan model pelaksanaan pembelajaran tematik untuk SD/MI kelas I hingga kelas III.




Konsep Dasar Pembelajaran Terpadu di Sekolah Dasar (3-Habis)
09:40, 13/07/2009
Di bawah ini diuraikan beberapa manfaat yang dapat dipetik dengan pelaksanaan pembelajaran terpadu, antara lain: dengan menggabungkan berbagai mata pelajaran akan terjadi penghematan karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan.
Siswa dapat melihat hubungan hubungan yang bermakna sebab materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat daripada tujuan akhir itu sendiri.
Pembelajaran terpadu dapat meningkatkan taraf kecakapan berpikir siswa. Hal ini dapat terjadi karena siswa dihadapkan pada gagasan atau pemikiran yang lebih besar, lebih luas dan lebih dalam ketika menghadapi situasi pembelajaran.
Kemungkinan pembelajaran yang terpotong- potong sedikit sekali terjadi, sebab siswa dilengkapi dengan pengalaman belajar yang lebih terpadu sehingga akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi yang lebih terpadu. Pembelajran terpadu memebrikan penerapan- penerapan dunia nyata sehingga dapat mempertinggi kesempatan transfer pembelajaran (transfer of learning).
Dengan pemaduan pembelajran antarmata pelajaran diharapkan penguasaan materi pembelajran akan semakin baik dan meningkat.
Pengalaman belajar antar mata pelajaran sangat positif untuk membentuk pendekatan menyeluruh pembelajaran terhadap pengembangan ilmu pengetahuan siswa karena lebih aktif dan otonom dalam pemikirannya.
Motivasi belajar dapat diperbaiki dan ditingkatkan dalam pembelajaran antar mata pelajaran. Para siswa akan terlibat dalam “konfrontasi yang melibatkan banyak pemikiran” dengan pokok bahasan yang dihadapi.
Pembelajaran terpadu membentuk dan menciptakan struktur kognitif atau pengetahuan awal siswa yang dapat menjembatani pemahaman yang terkait, pemahaman yang terorganisasi dan pemahaman yang lebih baik.

BAHASA YANG BAIK DAN BENAR

APA BAHASA ITU? Sepuluh Pengertian Bahasa Menurut Para Ahli
Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1), memberikan dua pengertian bahasa. Pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer.
Lain halnya menurut Owen dalam Stiawan (2006:1), menjelaskan definisi bahasa yaitu language can be defined as a socially shared combinations of those symbols and rule governed combinations of those symbols (bahasa dapat didefenisikan sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem konvensional untuk menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan).
Pendapat di atas mirip dengan apa yang diungkapkan oleh Tarigan (1989:4), beliau memberikan dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah suatu sistem yang sistematis, barang kali juga untuk sistem generatif. Kedua, bahasa adalah seperangkat lambang-lambang mana suka atau simbol-simbol arbitrer.
Menurut Santoso (1990:1), bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar.
Definisi lain, Bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu keadaan (lenguage may be form and not matter) atau sesuatu sistem lambang bunyi yang arbitrer, atau juga suatu sistem dari sekian banyak sistem-sistem, suatu sistem dari suatu tatanan atau suatu tatanan dalam sistem-sistem. Pengertian tersebut dikemukakan oleh Mackey (1986:12).
Menurut Wibowo (2001:3), bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran.
Hampir senada dengan pendapat Wibowo, Walija (1996:4), mengungkapkan definisi bahasa ialah komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat kepada orang lain.
Pendapat lainnya tentang definisi bahasa diungkapkan oleh Syamsuddin (1986:2), beliau memberi dua pengertian bahasa. Pertama, bahasa adalah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Kedua, bahasa adalah tanda yang jelas dari kepribadian yang baik maupun yang buruk, tanda yang jelas dari keluarga dan bangsa, tanda yang jelas dari budi kemanusiaan.
Sementara Pengabean (1981:5), berpendapat bahwa bahasa adalah suatu sistem yang mengutarakan dan melaporkan apa yang terjadi pada sistem saraf.
Pendapat terakhir dari makalah singkat tentang bahasa ini diutarakan oleh Soejono (1983:01), bahasa adalah suatu sarana perhubungan rohani yang amat penting dalam hidup bersama.
Daftar Pustaka
Ambary, Abdullah. Intisari Tata Bahasa Indonesia. Bandung: Djatnika. 1986.
Guntur, Henry. Pengajaran Kompetensi Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa. 1989.
Mackey, W.F. Analisis Bahasa. Surabaya: Usaha Nasional. 1986.
Santoso, Kusno Budi. Problematika Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa. 1990.
Smaradhipa, Galih. Bertutur dengan Tulisan diposting dari situs www.rayakultura.com. 12/05/2005 .
Soejono, Ag. Metode Khusus Bahasa Indonesia. Bandung: C.V. Ilmu1983.
Stiawan, Yasin. Perkembangan Bahasa diposting dari situs www.siaksoft.com. 16/01/2006. Tarigan,
Syamsuddin, A.R. Sanggar Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka Jakarta. 1986.
Pangabean, Maruli. Bahasa Pengaruh dan Peranannya. Jakarta: Gramedia. 1981.
Walija. 1996. Bahasa Indonesia dalam Perbincangan. Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta Press.
Wibowo, Wahyu. Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia. 2001.
Definisi/Pengertian Bahasa, Ragam dan Fungsi Bahasa - Pelajaran Bahasa Indonesia
Fri, 25/04/2008 - 1:54am — godam64
Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya.
Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya.
Fungsi Bahasa Dalam Masyarakat :
1. Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia.
2. Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia.
3. Alat untuk mengidentifikasi diri.
Macam-Macam dan Jenis-Jenis Ragam / Keragaman Bahasa :
1. Ragam bahasa pada bidang tertentu seperti bahasa istilah hukum, bahasa sains, bahasa jurnalistik, dsb.
2. Ragam bahasa pada perorangan atau idiolek seperti gaya bahasa mantan presiden Soeharto, gaya bahasa benyamin s, dan lain sebagainya.
3. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu wilayah atau dialek seperti dialek bahasa madura, dialek bahasa medan, dialek bahasa sunda, dialek bahasa bali, dialek bahasa jawa, dan lain sebagainya.
4. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu golongan sosial seperti ragam bahasa orang akademisi beda dengan ragam bahasa orang-orang jalanan.
5. Ragam bahasa pada bentuk bahasa seperti bahasa lisan dan bahasa tulisan.
6. Ragam bahasa pada suatu situasi seperti ragam bahasa formal (baku) dan informal (tidak baku).
Bahasa lisan lebih ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau / silet oleh karena itu sebaiknya dalam berkata-kata sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai serta menghormati lawan bicara / target komunikasi.
Bahasa isyarat atau gesture atau bahasa tubuh adalah salah satu cara bekomunikasi melalui gerakan-gerakan tubuh. Bahasa isyarat akan lebih digunakan permanen oleh penyandang cacat bisu tuli karena mereka memiliki bahasa sendiri. Bahasa isyarat akan dibahas pada artikel lain di situs organisasi.org ini. Selamat membaca.
Pengertian Bahasa Indonesia
August 21st, 2010 wildan
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia[1] dan bahasa persatuan bangsa Indonesia[2]. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, Bahasa Indonesia berposisi sebagai bahasa kerja.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu[3]. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau[4]dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan “Bahasa Indonesia” diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan “imperialisme bahasa” apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan.[5] Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu.[6] Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya,[7] sehingga dapatlah dikatakan bahwa Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Fonologi dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah.[8] Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu.
*) wiki
PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA
YANG BAIK DAN BENAR
A. Pengertian Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah Bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan situasi pembicaraan (yakni, sesuai dengan lawan bicara, tempat pembicaraan, dan ragam pembicaraan) dan sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam Bahasa Indonesia (seperti: sesuai dengan kaidah ejaan, pungtuasi, istilah, dan tata bahasa).

PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA
YANG BAIK DAN BENAR
A. Pengertian Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah Bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan situasi pembicaraan (yakni, sesuai dengan lawan bicara, tempat pembicaraan, dan ragam pembicaraan) dan sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam Bahasa Indonesia (seperti: sesuai dengan kaidah ejaan, pungtuasi, istilah, dan tata bahasa).
B. Pemakaian Kata dan Kalimat
Kata yang dipakai dalam Bahasa Indonesia adalah kata yang tepat dan serasi serta baku. Kata yang tepat dan serasi merupakan kata yang sesuai dengan gagasan atau maksud penutur atau sesuai dengan arti sesungguhnya dan sesuai dengan situasi pembicaraan (sepert: sesuai dengan lawan bicara, topik pembicaraan, ragam pembicaraan, dsb.). Kata yang baku merupakan kata yang sesuai dengan ejaan (yakni: EYD).
Kalimat yang dipakai dalam Bahasa Indonesia adalah kalimat yang efektif.
Kalimat efektif harus:
i.
mudah dipahami oleh orang lain,
ii.
memenuhi unsur penting kalimat (minimal ada subjek dan predikat,
terutama untuk ragam tulis),
iii.
menggunakan kata yang tepat dan serasi,
iv.
gramatikal (seperti: menggunakan pungtuasi dan kata yang baku, menggunakan struktur yang benar, frasa selalu D-M, menggunakan kata yang morfologis, menggunakan kata yang sesuai dengan fungsinya/kedudukannya),
v.
rasional (yakni, menggunakan gagasan yang dapat dicerna oleh
akal sehat),
vi.
efisien (menggunakan unsur sesuai kebutuhan, tidak boleh
berlebihan),
vii.
tidak ambigu (tidak menimbulkan dua arti yang membingungkan).




















Masalah yang dihadapi siswa
PROBLEM DAN SOLUSI

SEPULUH GEJALA SISWA DAN KEGAGALAN YANG DIALAMI SISWA SELAMA PROSES BELAJAR MENGAJAR YANG BERSIFAT ALTERNATIF DAN OBYEKTIVE ANALISYS.

1. Anak yang sulit memahami

Penyebabnya adalah banyak faktor yang memungkinkan:
• Faktor lingkungan, faktor lingkungan sangat mempengaruhi,dari pergaulan anak selama ini banyak gejala yang ditemukan disekitar kita karena faktor lingkungan sangat mempengaruhi psikologi anak atau sikap, dibalik itu awal fundamental pendidikan anak harus kuat dan mendasar mulai dari lingkungan anak itu sendiri karena pembentukan awal karakter anak mulai dari lingkungan mereka itu sendiri yaitu lingkungan keluarga, apabila anak itu sudah disiplin tempat lingkungan mereka hidup terutama tatanan kehidupan dimulai dari lingkungan keluarganya sendiri sudah tertata maka anak itu akan terbawa pada lingkungan yang formal, tempat mereka menimba ilmu pengetahuan.
• Yang kedua penyebabnya adalah : anak yang sulit memahami dikarenakan kelas tidak nyaman dan tidak kondusif salah satu contoh kelas yang berdekatan dengan jalan raya, ini menggangu anak di dalam memperhatikan pelajaran.
• Solusinya adalah membuat dan membangun anak untuk biasa hidup disiplin dan mandiri maka harus dimulai dari lingkungan keluarga secara khusus dan lingkungan sekitarnya secara umum.
• Kalau dari lingkungan pendidikan anak itu di berikan pengulangan kepada materi yang belum dia pahami / anak itu diberi penjelasan pelan-pelan sehingga anak itu bisa paham terhadap apa yang belum di pahaminya.
2. Anak yang bodoh
Penyebabnya adalah :
• Kurang belajar, kurang disiplin, kurang memanfaatkan waktu, kurangnya memperhatikan, kurangnya mengulang pelajaran, tidak ada rasa percaya diri, banyak bermain/menyampingkan pelajaran, malas.
• Solusinya adalah selalu memberikan perhatian yang lebih kepada anak yang bodoh, memberikan saran, motivasi dan selalu memberikan cara yang mudah di dalam belajar agar mudah dipahami, dan memberikan cara yang terbaik sesuai denga kemampuan anak itu sendiri.

3. Anak yang nakal
Penyebabnya adalah :
• Pengaruh lingkungan yang kurang baik, perhatian orang tua yang kurang terhadap anak, pergaulan, kurang terkontrol.
• Solusinya adalah : pada dasarnya anak semacam ini kurang terkontrol, baik dari lingkungan mereka atu dari tempat mereka belajar. Salah satu contoh murid saya anak yang nakal itu pada dasarnya dia itu gampang diatur asalkan kita bisa mendekatinya. Dengan cara seperti ini anak itu bisa diajak baik-baik toh juga anak yang nakal ini lunak juga ,ini berarti anak yang nakal itu bisa diakibatkan dari kurangnya seorang guru melihat dan mengamati character anak dan sifat anak itu sendiri. Pada dasarnya apabila anak itu sudah di dekati maka anak itu akan manut dan patuh. bukannya dia bodoh, banyak juga anak yang nakal ini mempunyai batas kemampuan di atas normal malah mengalahkan anak yang rajin berkompetisi di dalam proses belajar mengajar, jadi intinya kita harus memiliki empaty kepada anak semacam ini harus kita dekati perlahan-lahan toh juga akan sadar, dan di balik sifat anak yang nakal itu guru juga bisa belajar dengan cara begini kita bisa mengatasi anak yang nakal lewat sebuah jati diri dari sebuah penglaman.

4. Anak yang pemalu
Penyebabnya adalah:
• Yang pertama ini biasanya dari faktor anak itu sendiri, dan apabila tidak dirubah maka akan selamanya anak itu jadi pemalu terus, tetapi anak yang pemalu bukannya tidak bisa, mungkin ada faktor lain contohnya di dalam memberikan pertanyaan anak itu biasanya malu karena bisa-bisa nanti apa yang ditanyakan salah atau tidak rasional dan biasanya anak itu malu bertanya takut di tertawakan temannya.
• Solusinya, tidak segampang itu kita merubahnya. Ini perlu perlahan-lahan. Anak semacam ini kita ajak belajar di ruangan terbuka dan kemudian dia bisa bertanya dengan leluasa karena bebas. Bisa saja apa yang ditanyakan itu biasa-biasa saja, tetapi lewat itu kita bisa melatih anak itu untuk bertanya supaya tidak malu dan hal tersebut perlu dilakukan berulang-ulang sampai anak itu percaya diri.

5. Anak yang malas.
• Gejala dan penyebabnya adalah: kurangnya daya semangat dan motivasi dan kurang terkontrol di dalam lingkungannya sendiri. Kadangkala anak semacam ini manja dan malas belajar dan berfikir dan kurang kreatif, adanya minat belajar kurang dari pergaulan terlalu bebas tak bisa di kendalikan karena pengaruh lingkungan terlalu bebas.
• Solusinya adalah anak seperti ini jangan di biarkan terlalu bebas dan jangan di biarkan bermalas-malasan. Biasanya anak yang malas tidak tau apa yang harus dikerjakan sehingga apa yang harus dikerjakan dia lalai dan lupa akan kewajibannya. Kita bisa merubahnya dengan sebuah tindakan dengan memberikan sebuah stimulus yaitu: rangsangan sehingga anak itu bisa terpacu,dan nasehat yang bersifat mendidik.

6. Kurang motivasi dalam belajar.
• Penyebabnya: kurangnya kemampuan yang dimiliki, kuranganya prasarana, seperti contoh buku yang masih minim.
• Solusinya anak yang kurang termotivasi selama belajar pada awalnya kita harus memberikan perlakuan yang khusus dulu seperti memberikan tangggung jawab dulu kepada guru BP/ yang mana guru BP itu sendiri memberikan sebuah perlakuan khusus dulu kepada anak tersebut. Nah di sinilah peran guru BP membangkitkan semangat anak ini, bagaimana supaya dia termotivasi kembali di dalam belajar sehingga guru BP tersebut bisa melihat apa kendala yang di hadapi anak selama ini yang lebih dominan dengan sebuah pertanyaan kenapa anak itu kurang termotivasi di dalam belajar sehingga guru BP tersebut bisa mengetahui penomena yang dihadapi anak tersebut.
7. Sulit memperhatikan
• Penyebabnya anak yang sulit memperhatikan yang sering kali dari faktor materi yang tidak menyenangkan/ anak itu tidak suka terhadap materi yang diajarkan dan tidak suka terhadap guru yang mengajar karena biasanya kalau murid tidak suka memperhatikan sampai-sampai guru yang mengajar tidak di sukai. Sebaliknya kalau materinya menarik dan anak suka otomatis gurunya pun di senangi.
• Solusinya anak harus di berikan semacam rangsangan terlebih dahulu supaya bagaimana anak itu senang dulu dan membangkitkan rasa keingintahuannya sehingga anak pada akhirnya memperhatikan, karena guru memberikan metode belajar dengan cara menarik dan membangkitkan rasa ingin tahu anak. Hal semacam ini melalui sebuah pengalaman kadangkala kalau sudah guru melakukan yang menarik di dalam belajar anak pun sulit untuk terlupakan entah bagaimana guru itu menyajikan pelajaran sampai sampai anak selalu ingat gerak gerik kita di dalam mengajar dengan cara itu anak senang dan mau memperhatikan.

8. Kurangnya daya serap.
• Penyebabnya adalah: faktor penyampaian materi, kelas tidak kondusif, manajemen guru di dalam kelas kurang terorganisir, murid malas mengulang dan yang paling mendukung di sini factor psychology dan cognitive. Kalau di lihat dari factor psikologis, berkat kemampuan kemampuan psikologis yang lebih tinggi dan kompleks inilah sesungguhnya manusia menjadi lebih maju, lebih banyak memiliki kecakapan, pengetahuan dan keterampilan di bandingkan dengan makhluk lain.
• Kalau di tinjau dari pactor psikology kondisi psikologis merupakan chracteristict psiko-fisik seseorang sebagai individu,yang di nyatakan dalam berbagai bentuk perilaku dalam interaksi dengan lingkungan. Perilaku-perilaku tersebut merupakan manifestasi dari ciri ciri kehidupannya, baik yang tampak maupun yang tidak tampak,prilaku kognitif,afektif,dan psikomotor.
• Kondisi psikologis setiap individu berbeda, karena perbedaan tahap perkembangannya,latar belakang social budaya, juga karena perbedaan faktor faktor yang di bawa dari kelahirannya.

9. Daya ingat yang lemah
• Penyebabnya ialah: dari faktor keturunan dan lingkungan /Biologis.
• Ingatan yang lemah sering kali di tinjau dari faktor keturunan dan ingatan yang lemah biasanya kurangnya mengulang apa yang di pelajari dan biasanya tidak membiasakan diri.

10. Berfikir lambat
• Tidak pernah mencoba untuk berfikir secara cepat ini juga di sebabkan perbedaan character manusia ada yang daya pikirnya cepat ada yang daya pikirnya lambat( split personality), lambat dalam berfikir,dan mengacu kepada lambat dalam berprilaku,dan berusaha sesungguhnya merupakan penyakit fisik akibat dari adanya disfungsi sel-sel otak, sekalipun gejala- gejalanya tampak dalam pikiran, perasaan dan prilaku.
• Solusinya melatih otak untuk terus menerus untuk berfikir cepat dan menghapal cepat kalau sudah terbiasa maka kebiasaan perfikir lambat Akan hilang belahan lahan intinya kita harus bayak menggali potensi otak selama ini yang kita miliki yaitu meninggalkan hal hal yang lambat kita lakukan maka kita lakukan dengan cepat dan tertata.
11. Anak yang suka membolos.
Penyebabnya adalah
• Salah satu penyebabnya adalah tidak suka terhadap materi yang di sampaikan terutama pelajaran yang banyak di takuti siswa seperti pelajaran berhitung , matimatika, fisika, dan kimia terutama bahasa inggris bagi anak yang tidak sekali minat belajar bahasa.
• Solusinya salah satu jalan keluarnya adalah bagiamana seorang guru mampu mengkondisikan kelas dengan baik atau mengorganisir siswa supaya siswa itu tertarik di dalam belajar dan tidak membolos memang ini suatu hal yang sulit tetapi kita harus terus mencoba. Salah satu contoh dulu di sekolah kami ada anak yang malas, suka membolos. Tetapi kiat kiat seorang guru dengan Cara melalui pendekataan baik sekali guru itu mampu meluluhkan anak yang tadi nya suka bolos tidak bolos lagi bagaimana caranya: caranya adalah: guru itu di setiap pelajaranya selalu di berikan perhatian kepada anak ini dengan cara di panggil namanya. Seperti akhmad tolong ambilkan saya absensi hadir di Kantor nah kemudian si akhamd di suruh mengkoordidnir kelas tersebut, dengan Cara tolong di absen teman temannya dan bagi yang tidak masuk atau bolos di centang ternyata tidak ada yang bolos terus menerus setiap jam pelajaran itu si akhmad berkewajiban mengabsen temannya dan lambat laun dia tidak bolos lagi. Karena dia atau kewajibanya setiap masuk kelas siswa di absen oleh dia.
12. Anak yang minder
Penyebabnya anak ini minder karena
• Kurangnya percaya diri
• Sering nya malu terhadap teman teman yang memiliki kemampuan di atas rata-rata.
• Salah satu hal keterbatasan kemampuan yang di miliki.
• Anak ini minder biasanya yang sering kita temukan adalah anak yang tidak normal, dari segi bentuk pisik
Solusinya adalah:
• Di berikan perhatian yang khusus atas keterbatasanya.
• Harus di perhatikan dengan lebih, dan di berikan support yang penuh
• Di berikan semacam tugas yang agag bisa di kerjakan sesuai dengan kemampuan yang di miliki.
• Bentuk pendekatan yang di lakukan kepada anak ini harus di bedakan dengan anak lebih.

13. Anak yang suka tidur di setiap jam pelajaran.
• Penyebabnya adalah: anak yang suka tidur biasa biasanya di sebabkan oleh pactor kebiasaan apalagi kalau jam terakhir, dan suka begadang di malam hari sehingga anak itu tida konsentrasi di dalam belajar. Dan biasanya guru jengkel melihat anak yang suka tidur dan seorang guru memberikan semacam sangsi yaitu berupa berdiri di depan kelas ada solusi yang lebih tepat dari itu.
• Solusinya adalah bagi seorang guru apabila ada anak yang tidur terutama pada saat jam jam terakhir maka seorang guru harus bisa membangunkan anak dengan cara yang jitu yaitu pintar membuat suasana jadi ceria yaitu dengan cara guru harus pandai membuat gurauan yang bisa membikin anak itu jadi tertawa.



USAHA MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR (Tentang Anak Bodoh)
Oktober 27, 2008 — Wahidin
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBARAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR……………………………………………………… i
UCAPAN TERIMA KASIH…………………………………………….…. ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………….…. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………… 1
B. Perumusan Masalah…………………………………………….…… 2
C. Tujuan Tugas Akhir (TA)…………………………………….……… 2
D. Manfaat Tugas Akhir (TA)..………………………………………… 3
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengertian Anak Bodoh…………………………………………….. 5
B. Karakteristik Anak Bodoh………………………………………….. 5
C. Faktor-faktor Penyebab Anak Bodoh………………………………. 6
D. Pengaruh Bagi Dirinya dan Temannya…………………………….. 6
E. Langkah-langkah Masalah yang dihadapinya……………………… 7
BAB III METODOLOGI
A. Jenis Bimbingan……………………………………………………. 8
B. Teknik Bimbingan…………………………………………………… 8
C. Lokasi Bimbingan………………………………………………….. 10
D. Layanan Bimbingan………………………………………………… 10
BAB IV DESKRIPSI HASIL LAYANAN BIMBINGAN
A. Karakteristik Siswa………………………………………………… 12
B. Deskripsi Awal Bimbingan…………………………………………. 12
C. Pelaksanaan dan Refleksi Bimbingan……………………………… 14
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan…………………………………………………………. 15
B. Saran………………………………………………………………… 15
DAFTAR FUSTAKA……………………………………………………… 17
LAMPIRAN……………………………………………………………….. 18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap anak memiliki kemampuan atau kelebihan yang berbeda-beda, begitu pula dengan kekurangan atau ketidak mampuannya. Dari berbagai kekurangan atau ketidak mampuan yang menjadi masalah bagi siswa salah satunya adalah anak bodoh.
Jangankan anak berbakat atau berpotensi, anak bodohpun membutuhkan atau lebih membutuhkan seseorang yang dapat memahami serta menghargai kekurangan dan ketidak mampuannya, atau orang yang mampu memecahkan masalahnya itu.
Karena sipat dasar anak berbeda-beda, baik tempramennya, gaya, sikap maupun emosinya. Begitu juga dengan anak bodoh akan berbeda dengan anak normal lainnya dan begitu jelas.
Berbagai observasi menunjukan bahwa cara berpikir anak bodoh berbeda dengan cara berpikir anak normal pada umumnya. Karena adanya keterlambatan dalam berpikir atau menerima materi/stimulus/rangsangan dari orang lain, khususnya saat belajar.
Kita menyadari bahwa kurang adanya perhatian terhadap kebutuhan anak yang memiliki masalah (anak bodoh) dalam cara berpikir atau merealisasikan sesuatu dan kesempatan. Kesempatan yang sepadan dan selaras dengan kebutuhan atau ketidak mampuan mereka.
Dengan itu, kita sebagai calon pendidik dan pembimbing sekaligus orang tua mereka, harus mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada anak didik kita yang mempunyai kelemahan atau ketidak mampuan dalam berpikir (anak bodoh), dan bagai mana cara kita untuk mengetahui anak tersebut.
Untuk itu kita akan membahas tentang cara mengetahui anak bodoh dan cara membimbingnya.
B. Perumusan Masalah
Pada rumusan masalah, penulisan fokuskan pada kelemahan dan ketidak mampuan anak dalam berpikir atau dalam menerima pelajaran (anak bodoh) pada kelas 3 SDN TRITURA Kec. Patok Beusi SUBANG.
Adapun fokus permasalahannya adalah sebagai berikut:
1. Pengertian anak bodoh?
2. Bagaimana cara mengetahui anak bodoh tersebut?
3. Bagaimana cara mengetahui siswa sebelum dan sesudah diadakannya bimbingan?
4. Bagaimana mengetahui kendala-kendala yang dihadapi saat proses bimbingan itu berlangsung?
5. Usaha apa saja untuk mengatasi kendala tersebut?
6. Bagaimana hasil setelah siswa diberi bimbingan?
C. Tujuan Tugas Akhir
Adapun tujuan diadakannya penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian anak bodoh sehingga kita tahu masalah yang sedang dihadapi anak-anak didik kita.
2. Melakukan observasi, pengamatan langsung pada objek untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi siswa khususnya anak bodoh.
3. Untuk mengetahui siswa sebelum dan sesudah diadakannya layanan bimbingan.
4. Memecahkan masalah/kendala-kendala yang dihadapi saat proses bimbingan.
5. Menjadikan siswa yang bersangkutan lebih baik dari sebelum bimbingan.
D. Manfaat Tugas Akhir
1. Manfaat bimbingan bagi siswa
Dengan dilakukannya bimbingan bagi siswa/anak bodoh atau anak yang memiliki kekurangan dan ketidak mampuan dalam berpikir atau menerima pelajaran memiliki beberapa manfaat, diantaranya:
a. Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan isi hatinya akan butuhnya perhatian dari orang tua dan kita selaku pendidik, pembimbing dan orang tua.
b. Memberikan perhatian atau mendapatkan perhatian khusus dari guru.
c. Memberikan rasa nyaman saat berkonsultasi dengan Guru yang bersangkutan atau dengan Wali Kelasnya.
d. Memberikan gabaran tentang masalah yang dihadapinya dan cara membimbing atau mengatasi masalah yang sedang mereka hadapi.
e. Setelah mendapatkan bimbingan, setidaknya mereka akan mencoba dan berusaha untuk menghadapi masalah yang mereka hadapi dengan bimbingan guru dan orang tua, dan berusaha untuk lebih baik.
f. Membangkitkan semangat belajar siswa dan aktif.
g. Tidak merasa minder lagi, jadi lebih percaya diri, dan membuang jauh-jauh rasa putus asa.
2. Manfaat bagi penulis
Penulisan ini akan lebih bagus lagi, jika kita sudah melakukan observasi dan pengamatan pada peserta didik yang mengelami masalah (anak bodoh) karena akan bermanfaat, sebagai berikut:
a. Memberikan kesempatan kepada penulis (mahasiswa) untuk mempelajari, mengamati, dan mengkaji suatu permasalahan yang dihadapi oleh siswa.
b. Salah satu tugas akhir yang harus dikerjakan oleh semua mahasiswa D2-PGSD 2006/2007 Semester 5, dengan mendapatkan manfaatny sebagai bahan pembelajaran memahami siswa/peserta didik.
c. Melatih kita dalam membuat suatu karya tulis agar terbiasa dan lebih baik.
d. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa (penulis) untuk lebih mengenal calon anak didiknya dalam berbagai asfek yang ada dalam diri mereka dan masalah yang mereka hadapi, khususnya anak bodoh.
e. Sebagai pedoman untuk pembelajaran.
f. Sebagai motivasi untuk melakukan suatu observasi, wawancara atau membaca buku-buku yang berhubungan dengan permasalahan anak atau siswa.
3. Manfaat bagi pembaca
a. Mengetahui akan masalah yang dihadapi seorang siswa yang mungkin kita tidak menyadarinya.
b. Lebih mendekatkan pembaca khususnya orang tua dengan anaknya, dengan memberikan perhatian, kesempatan dan motivasi bagi mereka.
c. Menumbuhkan rasa ingin tahu dan kepedulian akan masalah yang dihadapi oleh siswa.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Anak Bodoh
Secara umum anak bodoh dapat diartikan anak yang mempunyai masalah kelemahan atau kekurangan dalam hal berpikir atau menerima materi atau intelegensinya kurang.
Selain itu, pada umumnya anak bodoh dapat diartikan salah satu dari beberapa jenis tuna cakap belajar, yang lebih cenderung kepada ketidak berfungsian minimal otak untuk berpikir atau menerima materi, stimulus, rangsangan.
Dari hasil observasi menunjukan tingkat intelegensinya biasanya dibawah rata-rata, dan lebih cenderung masa bodoh atau diam. Hasil tesnyapun hampir selalu dibawah rata-rata dan bawaannya tidak bersemangat.
B. Karakteritik Anak Bodoh
Setiap anak atau siswa memiliki sifat dan perilaku yang berbeda-beda, adapun karakteristik anak bodoh antara lain:
a. Memiliki kelemahan dalam berpikir dan menerima materi atau stimulus yang diberikan oleh guru.
b. Intelegensinya dibawah rata-rata.
c. Tidak menunjukan peningkatan prestasi.
d. Lebih cenderung menyendiri, cuek dan pemalu.
e. Jika dihadapkan dengan sebuah pertanyaan atau soal cenderung tidak bisa menjawab atau lambat.
f. Tidur didalam kelas.
g. Tidak aktif.
h. Nyontek pekerjaan teman.
i. Tidak naik kelas.
Mungkin masih banyak lagi karakteristik yang ada pada diri siswa/anak yang dikatakan bodoh.
C. Faktor-faktor anak mengalami atau mempunyai kelemaha/ketidak mampuan dalam berpikir, menerima materi, stimulis dan rangsangannya (anak bodoh) antara lain:
a. Faktor Internal (dalam diri anak)
1. Minimal Brain Dysfunction (ketidak berfungsian minimal otak) yang bisa termanifestasi dalam berbagai kondisi kesulitan seperti: persepsi, konseptualisasi, bahasa memori, pengendalian perhatian impils (dorongan) atau fungsi motorik.
2. Kelemahan perseptual
3. Males belajar
4. Kelemahan dalam membaca (dyslexia)
5. Bawaan
b. Faktor Ekstern (dari luar diri anak)
1. Faktor keluarga (keturunan)
2. Lingkungan
3. Beban pikiran karena masalah dengan keluarga
4. Tidak adanya atau kurangnya perhatian dari orang tua juga keluarga
5. Tidak adanya bimbingan atau pengarahan
D. Pengaruh ketidak mampuan atau kelemahan dalam menerima materi, stimulus/rangsangan bagi anak yang bersangkutan (anak bodoh) dan temannya.
a. Pengaruh bagi dirinya sendiri
1. Menjadi suatu masalah atas kelemahannya
2. Menjadi penghambat dalam meraih prestasi
3. Menjadikan kurang percaya diri dan tidak bersemangat
4. minder dan suka menyendiri
5. Bahan ejekan teman
6. Membuat anak jadi merasa bodoh dan makin tidak terkontrol emosinya
7. Mudah terpengaruh dengan hal-hal yang negatif
8. Dimarahi, diomel orang tua
9. Menambah beban teman sekelompoknya
b. Pengaruh bagi teman-temannya
1. Menjadi kendala saat kerja kelompok
2. Menimbulkan rasa kasihan
3. Bahan cemoohan atau ledekan
4. Mengurangi saingan dalam berprestasi
5. Mempengaruhi dalam suasana belajar mengajar
E. Lamhkah-langkah untuk mengatasi masalah yang dihadapi anak yang mengalami kelemahan atau ketidak mampuan dalam menerima materi, stimulus dan rangsangan (anak bodoh) antara lain:
a. Memberikan perhatian dan kesempatan-kesempatan yang sepadan, selaras sesuai dengan kebutuhannya.
b. Khususnya bagi orang tua, terimalah kelemahan yang dimiliki anak dengan kesabaran, tanggung jawab untuk membimbingnya.
c. Maafkan dan jangan dimaki, berilah motivasi atau dorongan sebagai pemacu semangat mereka.
d. Jangan sekali-kali memberi anak cap bodoh karena itu akan menjadi beban baginya. Seperti yang dilakukan oleh Ibundanya Albert Einstein, karena kita semua tahu bahwa saat Einstein masih duduk dibangku SD. Einstein dicap bodoh dan dikeluarkan dari sekolah karena selalu tidak naik kelas. Meskipun begitu, Ibunya selalu memberikan semangat untuk menjadi lebih baik. Dan akhirnya dengan keseriusan dan ketekunan Einstein menjadi seorang Ilmuan Besar dan menakjubkan.
e. Selalu berprasangka baik terhadap anak.
f. Dekatilah dan menjadi teman curhat setia bagi mereka.
g. Pergunakanlah Metode Bimbingan yang sesuai dengan kebutuhannya.
BAB III
METODOLOGI
A. Jenis Bimbingan
Jenis bimbingan yang di ambil diarahkan kepada kelemahan atau ketidak mampuan (anak bodoh) yang menjadi bahab observasi.
Jenis bimbingannya hampir sama dengan jenis bimbingan anak tuna cakap belajar. Karena dilihat dari fungsi bimbingan atau penyuluhan itu bersifat pencegahan, pengembangan, dan penyembuhan.
Adapun beberapa fungsi bimbingan di SD, antara lain:
a. Penyuluhan (distributive)
b. Pengadaptasian (adaptive)
c. Penyesuaian (adjustive)
Jenis dan layanan bimbingan berupa bantuan-bantuan diantaranya:
a. Pemberian informasi sebagai orientasi
b. Bantuan untuk menyesuaikan diri
c. Penyuluhan tentang perkembangan individu.
B. Teknik Mimbingan
Betapapun pentingnya bimbingan harus diberikan kepada siswa tertentu, karena tugas utama seorang guru harus berpase pada terselenggaranya Proses Belajar Mengajar (PBM). Oleh karena itu sejumlah kemungkinan layanan bimbingan hanya beberapa saja yang benar-benar berkaitan secara langsung dengan PBM, tugas lainnya merupakan kompetnsi dari layanan khusus bimbingan dan pelayanan di sekolah.
Kegiatan bimbingan itu berjalan paralel dan berdampingan serta berurutan logis dengan kegiatan Evaluasi dan Pengajaran dalam kerangka suatu pola PBM yang lengkap.
Adapun beberapa Metode yang digunakan dalam bimbingan ini, antara lain:
a. Observasi (pengamatan)
Yaitu teknik atau cara mengamati suatu keadaan atau suatu kegiatan (tingkah laku) anak di kelas. Karena sikapnya mengamati, maka alat yang cocok untuk teknik ini adalah Panca Indra penglihatan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Dilakukan sesuai dengan tujuan yang dirumuskan terlebih dahulu.
2. Direncanakan secara sistematis.
3. Hasil yang dicatat dan diolah sesuai dengan tujuan.
4. perlu diperiksa ketelitiannya.
Teknik observasi ini dapat dikelompokan kedalam beberapa jenis, yaitu:
1. Observasi Sehari-hari, saat kita melakukan Proses Belajar Mengajar.
2. Observasi Sistematis
3. Observasi Partisipatif
4. Observasi Nonpartisipatif
b. Dokumentasi
Dokumentasi ini meliputi Lapor dan Buku Leger karena kita bisa tahu perkembangan anak dari hasil catatan guru selama Proses Belajar Mengajar di nilai.
Anak yang mengalami kelemahan atau ketidak mampuan (anak bodoh) akan menunjukan tingkat prestasi yang jauh tertinggal dari anak-anak normal lainnya. Tapi disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak.
c. Wawancara
Wawancara merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi melalui komunikasi langsung dengan sesponden (orang yang diminta informasi) atau orang yang bersangkutan dengan bimbingan.
Dalam bimbingan wawancara dilakukan oleh guru dengan siwa.
Misalnya:
- Wawancara guru dengan murid (anak bodoh) secara langsung ditempat khusus.
- Wawancara guru dengan teman-teman terdekatnya.
Kegiatan wawancara sangat penting karena memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut:
a. Teknik yang tepat untuk mengungkapkan keadaan pribadi siswa.
b. Dapat dilakukan kepada semua tingkat umur.
c. Dapat diselenggarakan serempak dengan observasi.
d. Digunakan untuk pelengkap data yang dikumpulkan melalui teknik lain.
Adapun kelemahan wawancara antara lain:
a. Tidak efisien, tidak dapat menghemat waktu.
b. Sangat bergantung kepada kesediaan kedua belah pihak.
c. Menuntut penyusunan bahasa dari pihak pewawancara.
C. Lokasi Bimbingan
Kegiatan bimbingan ini berlangsung di kelas 2 SDN Darmaga II, Desa Sindang Sari, Kecamatan Cisalak Subang.
D. Layanan Bimbingan
1. Rencana dan Pelaksanaan
Perencanaan layanan bimbingan ini meliputi:
a. Menemukan murid yang bermasalah (anak bodoh). Untuk menemukannya, kita harus tau pengertian dan ciri-ciri anak bodoh.
b. Memperoleh data atau informasi.
Untuk memahami secara lengkap tentang mengapa anak itu dikatakan bodoh, maka kita harus melakukan pengumpulan data atau informasi mengenai pribadi anak tersebut.
Informasi atau data dapat diperoleh dari dokumentasi (raport, buku leger), tes hasil kecerdasan dan observasi, juga bisa dilakukan lewat:
1. Wawancara antara guru dan siswa.
2. Home visit, kunjungan kerumah orang tua.
c. Menganalisis Data
Setelah data terkumpul, kita melakukan analisis terhadap semua data yang diperoleh. Langkah-langkah analisis diutamakan untuk menemukan faktor-faktor yang menjadi penyebab anak bermasalah (anak bodoh) baik secara Interen maupun Eksteren.
d. Memberikan layanan bimbingan
Layanan bimbingan yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan anak yang ada hubungannya dengan faktor-faktor penyebab anak bermasalah (anak bodoh).
Layanan bimbingan lebih cenderung dari hati kehati, karena sifatnya individual tapi tidak menutup kemungkinan peran teman-teman sekelasnya menjadi motivasi bagi (anak bodoh) yang memiliki kelemahan atau ketidak mampuan dalam berpikir, menerima materi, stimulus atau rangsangan.
Layanan bimbingan bisa berupa tes tambahan untuk menambah materi dari semua materi pelajaran, juga perhatian dan kesempatan yang dibutuhkannya, dan memberikan sedikit pencerahan atau refresing biar tidak begitu tegang.
2. Evaluasi/Tindak Lanjut
Setelah kita membuat kerangka perencanaan dan pelaksanaannya, maka kita harus melakukan evaluasi atau tindak lanjut terhadap hasil analisis dan layanan bimbingan.
Tindak lanjut ini berupa pengarahan atau bimbingan yang difokuskan kepada anak yang kita amati atau anak yang menjadi tujuan bimbingan ini diadakan.
Tabel Rancangan pelaksanaan layanan Bimbingan.
No. Kegiatan M1 M2 M3 M4
1.
Diagnosis
-Kasus
-Kesulitan
-Faktor-faktor penyebab X
2. Pragnosis
Alternatif pemecahan
X
3. Terapi X
BAB IV
DESKRIPSI HASIL LAYANAN BIMBINGAN
A. Karakteristik Siswa
Dari bimbingan ini, kita dapat mengetahui anak atau karakteristik siswa yang termasuk (anak bodoh) anak yang memiliki kelemahan atau ketidak mampuan seperti halnya anak-anak normal lain pada umumnya dan karakteristik mereka setelah mendapat layanan bimbingan.
Adapun beberapa karakteristik anak bodoh, antara lain adalah dan setelah mendapat bimbingan:
1. Intelegensinya dibawah rata-rata, setelah mendapat bimbingan ada peningkatan minimal termasuk rata-rata.
2. Tidak menunjukan peningkatan prestasi, setelah mendapat layanan bimbingan ada peningkatan prestasi.
3. Tidak aktif menjadi aktif.
4. Yang tadinya suka tidur didalam kelas, jadi tidak lagi dan jarang karena aktif.
5. Lebih cenderung menyendiri, cuek, pemalu, kini penuh dengan semangat pertemanan, ceria dan peka terhadap lingkungan.
6. Berusaha untuk mengerjakan soal dengan menggunakan kemampuan sendiri tanpa mencontek pekerjaan teman, hanya bertanya tentang caranya saja.
7. Menunjukan peningkatan dalam menerima materi, stimulus, rangsangan yang diberikan guru.
8. Cara berpikirnya mengalami kemajuan.
B. Deskripsi Awal Bimbingan
Adapun beberapa metode yang digunakan dalam mengumpulkan data, yaitu:
1. Observasi (pengamatan)
Pengamatan langsung kepada siswa yang bersangkutan dengan cara mengamati suatu keadaan atau kegiatannya.
Observasi ini melibatkan indra penglihatan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Dilakukan sesuai dengan tujuan yang dirumuskan terlebih dahulu.
b. Direncanakan secara sistematis.
c. Hasil yang dicatat dan diolah sesuai dengan tujuan.
d. Perlu diperiksa ketelitiannya.
Dengan melakukan observasi kita akan memperoleh data, minimalnya kita tahu pengertian anak bodoh dan karakteristiknya. Setelah itu agar data yang kita kumpulkan lebih banyak dan akurat kita harus melakukan dokumentasi.
2. Dokumentasi
Dokumentasi yang kita lakukan meliputi pemeriksaan Lapor dan Buku Leger dan jika ada hasil tes, meliputi:
a. Tes intelegensi/ kecerdasan
b. Tes bakat
c. Tes prestasi belajar
Selain itu agar hasil yang kita peroleh maksimal kita lakukan wawancara.
3. Wawancara
Wawancara merupakan suatu teknik untuk mengumpilkan informasi melalui komunikasi langsung dengan responden (orang yang diminta informasi) atau narasumber (anak yang akan mendapatkan bimbingan).
Dalam bimbingan ini wawancara dilakukan oleh:
- Guru dengan siswa yang mengalami masalah (anak bodoh).
- Guru dengan siswa (teman-temannya).
- Home Visit, kunjungan langsung kerumah orang tua siswa.
Dengan melakukan ketiga kegiatan diatas, maka kita telah melakukan pengumpulan data dan informasi, setelah itu kita melakukan Analisis data.
Dalam kegiatan menganalisis data, kita diharapkan akan menemukan faktor-faktor yang menjadi penyebab anak itu dicap bodoh, faktor-faktor itu kita susun dan mencari pemecahannya.
Kemudian memberikan bimbingan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak yang ada hubungannya dengan faktor-faktor tersebut.
Layanan bimbingan ini bisa berupa, curhat antara siswa dengan guru, pemberian tes tambahan untuk membahas semua materi dari mata pelajaran yang dianggpnya sulit. Perhatian dan kesempatan-kesempatan yang sepadan, selaras sesuai dengan yang dibutuhkannya. Dan yang terakhir Evaluasi atau tindak lanjut.
C. Pelaksanaan dan Refleksi Bimbingan
Tindakan 1 Tindakan 2 Tindakan 3
Melakukan wawancara untuk mengetahui masalah, dan memberikan solusinya, tapi belum ada perubahan. Lebih berusaha keras lagi untuk memberikan layanan bimbingan kepada siswa yang bersangkutan dan memberikan waktu yang relatif banyak. Dibantu dengan bimbingan orang tua dan partisifasi teman-temannya.
Catatan :
Refleksi → Ada kesulitan kemudian dilakukan tindakan tapi belum menghasilkan perubahan sehingga oleh penulis dikomentari untuk melakukan perbaikan
Ditulis dalam Makalah Bimbingan Konseling, Makalah Evaluasi Pembelajaran, Makalah ilmu Pendidikan. 25 K